SWARAKYAT.COM - Media sosial menyoroti kinerja Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina yang kurang mumpuni.
Trending topik Twitter hari Rabu (26/8/2020) penuh dengan
hastag #Ahok dengan jumlah cuitan 15.000.
Ada netizen bilang Ahok masuk Pertamina langsung ambruk.
Aline Yoan tuliskan Di Asia Tenggara Yang Belum Turunkan
Harga BBM Hanya Indonesia, Tapi PERTAMINA RUGI Rp : 11 Trilliun Thinking face.
Saya Tidak Heran Kalau PERTAMINA Rugi Besar, Lah Ahok Urus Rumah Tangga Aja Ga
Becus, Di Suruh Minta Urus PERTAMINA Face with tears of joy, Sebentar Lagi
PERTAMINA Akan Di Rubah Menjadi PERTAI
Iskandar menuliskan: Kalo dia (AHOK) gagal membrantas
mafia...... maka dia bagian dari mafia...Para BuzzeRp & Ahokers kalo mau
membully & memaki2 pak @msaid_didu silahkan simak ulang secara lengkap
baik2 dulu.. youtube @ILCtv1(Bisakah Ahok Memberantas Mafia Migas)
Poradong menuliskan : Pertamina rugi karena ahok sebagai
kepanjangan tangan pemerintah memiliki peran besar untuk atur renegosiasi utang
kewajiban pemerintah kepada pertamina beban pertamina makin berat.
Lalu bagaimana kondisi Pertamina terkini?
PT Pertamina (Persero) mencatatkan rugi bersih sebesar
767,92 juta dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 11,13 triliun (kurs Rp
14.500/Dollar AS) pada semester I 2020.
VP Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman,
menjelaskan sepanjang paruh pertama tahun ini, Pertamina menghadapi tiga
tantangan utama.
Pertama yaitu, penurunan harga minyak mentah dunia, kemudian
penurunan konsumsi BBM di dalam negeri, serta pergerakan nilai tukar dollar AS
yang berdampak pada rupiah sehingga terjadi selisih kurs yang cukup signifikan.
“Pandemi Covid-19, dampaknya sangat signifikan bagi
Pertamina. Dengan penurunan demand, depresiasi rupiah, dan juga crude price
yang berfluktuasi yang sangat tajam membuat kinerja keuangan kita sangat
terdampak,” tuturnya, dalam keterangan tertulis, Senin (24/8/2020).
Menurut Fajriyah, penurunan permintaan terlihat pada
konsumsi BBM secara nasional yang sampai Juni 2020 hanya sekitar 117.000 kilo
liter (KL) per hari atau turun 13 persen dibandingkan periode yang sama tahun
2019 yang tercatat 135.000 KL per hari.
Bahkan pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di
beberapa kota besar terjadi penurunan demand mencapai 50-60 perse .
“Namun, Pertamina optimis sampai akhir tahun akan ada
pergerakan positif sehingga diproyeksikan laba juga akan positif, mengingat
perlahan harga minyak dunia sudah mulai naik dan juga konsumsi BBM baik
industri maupun retail juga semakin meningkat," ujarnya.
Menurut Fajriyah, kendati perusahaan mengalami rugi bersih
pada semester I 2020 dibandingan dengan periode yang sama tahun lalu, Pertamina
tetap memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat agar pergerakan
ekonomi nasional tetap terjaga.
"Meski demand turun, seluruh proses bisnis Pertamina
berjalan dengan normal. SPBU tetap beroperasi, pendistribusian BBM dan LPG juga
tetap terjaga baik, kami memprioritaskan ketersediaan energi bagi rakyat,"
katanya.
Komut PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan
Presiden Jokowi (Warta Kota/Henry Lopulalan)
Sejalan dengan dilaksanakannya Adaptasi Kebiasaan Baru
(AKB), konsumsi BBM dalam negeri telah meningkat, dari sebelumnya diprediksikan
penurunan 20 persen, kini penurunannya menjadi hanya sekitar 12 persen.
“Peningkatan konsumsi BBM yang signifikan menunjukkan
ekonomi nasional yang terus tumbuh di berbagai sektor, karena itu Pertamina
optimis kinerja akhir 2020 tetap akan positif,” ucap Fajriyah.
Secara terpisah Associate Director BUMN Research Group LM
FEB Universitas Indonesia Toto Pranoto mengatakan Ahok tidak memiliki kaitan
dengan kerugian perusahaan pelat merah tersebut.
Kondisi yang dialami Pertamina juga dirasakan perusahaan
migas global lainnya.
"Tidak terlalu tepat jika dihubungkan dengan Ahok. Efek
Ahok bagaimana dia bisa kontrol struktur mungkin dia dalam beberapa hal
berhasil menekan kebocoran dan meningkatkan efisiensi. Tapi, bukan itu saja
problemnya Pertamina, ada bagian fix cost (biaya tetap) yang tidak bisa
dikurangi selama pandemi," katanya.
Menurutnya, faktor utamanya yang menekan kinerja keuangan
Pertamina adalah pendapatan perseroan jatuh lebih dalam ketimbang penurunan
beban pokok penjualan akibat pandemi covid-19.
Tercatat, pos penjualan dan pendapatan usaha perseroan turun
24,71 persen dari 25,54 miliar dollar AS menjadi 20,48 miliar dollar AS.
Sedangkan, beban pokok penjualan dan beban langsung lainnya
hanya turun 14,14 persen dari 21,98 miliar dollar AS menjadi 18,87 miliar
dollar AS.
"Artinya, penurunan tajam pendapatan tidak diimbangi
penurunan beban biaya sehingga tekan bottom line," ucapnya.
Ia menuturkan pendapatan turun dipicu penurunan permintaan
domestik akibat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selama pandemi.
Selain itu, harga minyak dunia turun tajam hanya di bawah 50
dollar AS per barel, sehingga penjualan Pertamina di pasar ekspor juga
mengalami koreksi.
Lalu, keuangan Pertamina juga dipengaruhi pelemahan kurs
rupiah terhadap dolar AS. Tercatat, Pertamina mengalami kerugian selisih kurs
sebesar 211,83 juta dollar AS. Periode yang sama tahun lalu, perseroan juga
mengantongi keuntungan dari selisih kurs sebesar 64,59 juta dollar AS.
"Tiga hal itu komplikasi yang mempengaruhi angka bottom line," ucapnya.