SWARAKYAT.COM - Tenaga Kerja Ahli Indonesia benar-benar dihargai dan diapresiasi di Turki. Selain dari Presiden Erdogan yang memberi ucapan selamat, juga media-media utama (mainstream) Turki juga mengangkat berita peranan 8 pemuda Indonesia yang turut andil dalam penemuan cadangan energi gas alam terbesar dalam sejarah Turki.
Diantara media itu adalah Daily Sabah, Yeni Şafak dan kantor
berita resmi Turki Anadolu Agency.
8 Indonesian experts took part in Turkey's Black Sea gas
discovery
Eight Indonesians involved in Turkey's Black Sea gas find
8 Indonesians involved in Turkey's Black Sea gas find
[ISI BERITA]
Delapan enginer Indonesia adalah bagian dari tim yang
menemukan cadangan gas alam di lepas pantai Laut Hitam Turki.
Presiden Recep Tayyip Erdoğan pekan lalu mengumumkan
penemuan 320 miliar meter kubik (bcm) gas alam.
Ladang gas diharapkan mulai beroperasi pada 2023, saat
peringatan 100 tahun Republik Turki.
“Tidak banyak orang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman
dalam pengeboran kabel (wireline drilling). Itu sebabnya kami dipekerjakan
untuk bekerja dan melatih staf lokal di Turki,” kata Beni Kusuma Atmaja yang
merupakan bagian dari tim.
Selain dia, Randyka Komala, Bahriansyah Hutabarat, Rifani
Hakim, Dian Suluh Priambodo, Hardiyan, Indra Ari Wibowo dan Ravi Mudiatmoko
juga tercatat sebagai tenaga ahli dari Indonesia.
Memuji keahliannya, Imam Asari, Konsul Jenderal RI di
Istanbul, mengatakan, "Ini harus menjadi contoh bagi generasi muda
Indonesia untuk menekuni ilmu yang lebih luas dan meraih hal-hal besar."
Selain Turki, para profesional migas Indonesia juga bekerja
untuk perusahaan multinasional di Malaysia, Abu Dhabi dan Amerika Serikat.
Pakar migas Ibrahim Hasyim mengatakan para ahli Indonesia
yang bekerja di luar negeri biasanya adalah pensiunan atau mantan pegawai
perusahaan energi milik negara Pertamina dan mahasiswa lulusan perguruan tinggi
luar negeri.
Fahmy Radhi, pakar lainnya, mengatakan banyak insinyur
Indonesia yang bekerja di luar negeri karena bayaran yang lebih tinggi.
“Di Indonesia, mereka merasa diperlakukan sebagai warga negara kelas dua dan tidak [diakui] berdasarkan keahliannya, baik di perusahaan migas nasional maupun asing,” kata Radhi.