SWARAKYAT.COM - MF, 13 tahun, belum bisa melupakan kejadian yang dia alami pada, Jumat dini hari (21/8/2020) lalu.
Remaja yang berdomisili di Jalan Tinumbu, Kota Makassar ini
merasakan sakit setelah diduga mendapat penyiksaan oleh anggota Polsek
Bontoala.
MF dipaksa mengaku oleh polisi bahwa dirinya ikut tawuran.
Padahal dia mengaku tidak terlibat hingga ditangkap.
Setelah keluarganya mengetahui bahwa MF adalah orang yang
salah tangkap oleh polisi, mereka pun melapor ke Polda Sulsel atas tindakan
tersebut.
Namun hingga kini, paman korban, Abdul Karim, yang juga
memposting kejadian itu ke sosial media, mengaku telah berdamai dengan aparat
kepolisian di sana.
Katanya, dia mendapat uang untuk menghentikan laporan dugaan
salah tangkap itu. Uang tersebut sekaligus sebagai santunan bagi MF yang
telanjur lebam di mata.
“Masalah makan, minum, trauma sudah membaik semua karena
dibawa ke dokter. Intinya kami dikasih uang santunan Rp2 juta, dan Kapolseknya
itu memang baik, juga santun,” katanya, Selasa (25/8/2020).
“Info dari kakak saya sudah berdamai. Kan kepolisian yang
tangkap dan jangan lagi perpanjang (kasusnya) Dalam arti, pihak keluarga korban
sudah memaafkan,” sambungnya, via telepon.
Dia menceritakan, keponakannya sama sekali tak pernah terlibat tawuran. Dalam keseharian MF, dia lebih suka mencari ikan di Pasar Lelong pada subuh hari.
Jadi tak mungkin MF ikut tawuran yang pecah di jalan itu saat pagi-pagi buta.
Detik-detik sebelum kejadian, MF pun hanya duduk di dekat
rumahnya bersama rekan sebayanya. Tawuran pun pecah hingga polisi bersenjata
datang.
“Dari cerita keponakan saya, dia hanya duduk-duduk di luar
(dekat rumahnya). Tiba-tiba ada tawuran dan teman-temannya pun ikut lari.
Termasuk MF karena takut,” jelas Abdul Karim.
Setelah ditangkap, MF dibawa ke Polsek Bontoala selama dua hari. Di sana dia disiksa dan dipaksa mengakui dia terlibat tawuran.
Hingga pada akhirnya, MF mengalami luka lebam pada mata
sebelah kiri, akibat siksaan yang ia terima.
Berselang lama, penangkapan itu diketahui bahwa MF adalah
korban salah tangkap oleh polisi.
“Waktu ditangkap, korban dipaksa mengaku. Dari catatan kriminalnya (kalau ada), itu yang saya minta (ke polisi),” tutup Karim.