SWARAKYAT.COM - Sumber masalah carut marut pilpres yang akhirnya menjadikan masyarakat terpecah menjadi dua kubu yang tidak selesai-selesai adalah aturan presidential threshold (PT) alias ambang batas pencalonan presiden sebesar 20% kursi DPR RI.
Akhirnya masyarakat dipaksa hanya mendapat dua calon
presiden, padahal jumlah penduduk Indonesia mencapai 269 juta.
Kalau tak ada syarat presidential threshold maka rakyat akan
mendapat banyak calon presiden. Semakin banyak calon, maka semakin baik hasilnya.
Tak ayal, berbagai desakan untuk menghapus presidential
threshold terus berdatangan dari berbagai pihak. Mereka menilai aturan ini
hanya merusak sistem.
Kali ini, ekonom senior dan pakar hukum tata negara yang
turun tangan langsung untuk menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Beliau adalah DR Rizal Ramli dengan didampingi pakar hukum
tata negara, DR Refly Harun.
"Pagi ini, Jum’at
jam 10 pagi, DR. Rizal Ramli & Ir. Abd Rachim, didampingi DR Refly
Harun SH akan Ke Mahkamah Konstitusi
untuk melakukan Judicial Review tentang ‘Threshold”
(ambang batas) pemilihan Presiden," demikian
disampaikan Dr. Rizal Ramli di akun twitternya pagi ini, Jumat (4/9/2020).
Rizal Ramli menilai aturan presidential threshold merupakan basis dari demokrasi kriminal.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menyebut
aturan presidential threshold menyebabkan politik oligarki serta tidak sejalan
dengan spirit konstitusi.
"Presidential threshold ini akan menyebabkan potensi
kepemimpinan kita hilang begitu saja. Kenapa? Akan dipaksa calon presiden itu
dua saja. Caranya bagaimana? Selalu akan ada kekuatan politik yang memborong
semua partai politik, karena kekuatan finansial dan kekuatan politiknya,"
ujar Refly Harun dalam sebuah acara di Jakarta beberapa waktu lalu.