SWARAKYAT.COM - Perseteruan Bupati Jember, dr Faida dengan elit partai politik semakin memanas.
Buntutnya, Faida tidak mendapatkan rekomendasi dari parpol
untuk maju kembali di Pilkada Jember.
Faida mengatakan rekomendasi parpol tidak turun lantaran
dirinya menolak untuk membayar mahar miliaran. Faid pun memutuskan untuk maju
melalui jalur independen.
Sikap Faida yang tidak mau mengikuti keinginan elit parpol
membuatnya jadi bulan-bulanan.
Faida dimakzulkan seluruh fraksi di DPRD Jember. Tak hanya
itu, Faida mendapatkan sanksi dari Menteri Dalam Negeri yang didelegasikan
kepada Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.
Gubernur Khofifah menerbitkan SK nomor: 700/ 1713/ 060/ 2020
tentang sanksi kepada Bupati Faida.
Dalam SK itu disebutkan gaji, honorarium, tunjangan jabatan,
tunjangan lainnya, biaya operasional Bupati Faida tidak dibayarkan selama 6
bulan, terhitung sejak 3 September 2020.
Sanksi itu mendapat protes dari Bupati Jember. Ia merasa
diperlakukan tidak adil.
“Sanksi yang turun hanya untuk Bupati. Situasi sedang
seperti ini, politik, sedang Pilkada. Saya pahamlah dinamika politik yang ada,”
ucap Faida dalam rekaman yang diposting akun Faida MMR pada Rabu, 9 September
2020 malam.
Menurut dia, DPRD seharusnya dikenai hukuman serupa karena
dianggapnya juga turut serta menjadi penyebab gagalnya pembahasan Perda APBD
Jember 2020.
Sebelumnya, rekaman Faida yang menyinggung mahar politik
miliaran viral di media sosial.
Faida menyebutkan bahwa untuk mendapatkan rekomendasi dari
partai politik harus membayar miliaran rupiah.
Dengan alasan itu, Faida memilih maju dalam Pilkada Jember
2020 melalui jalur independen.
“Saya sejatinya tidak merancang untuk maju secara
independen, apalagi saya incumbent. Namun seperti biasa dinamika perebuatn
rekom, perjuangan untuk mendapatkan rekom, meskipun kita pernah berkontribusi
kepada partai, kepada peningkatan suara itu tidak otomatis lalu kita
mendapatkan rekom kembali,” kata Faida dalam video itu.
“Tetapi bagi saya, apapun yang penting kita tidak boleh
berpisah dengan rakyat. Selama kita diingini rakyat, mendapat rekom atau tidak
dari partai, kebersamaan itu akan menguatkan dalam pembangunan ke depan,”
tambahnya.
Faida mengungkit pengalamannya maju di Pilkada Jember pada
tahun 2015 lalu. Saat itu, dia mendapatkan rekom dari PDIP dan Nasdem. Namun
dia tidak membayar mahar.
Pada preiode kedua, Faida menyiratkan bahwa dia harus
membayar mahar politik yang jumlahnya miliaran agar bisa mendapatkan
rekomendasi dari parpol. Namun Faida menolak dan memilih maju melalui jalur
independen.
“Alhamdulillah mendapatkan rekom rakyat dan berhasil lolos dari verifikasi faktual KPU. Dan alhamdulillah tidak ada satu suara pun yang kami beli dari rakyat,” tegas Faida.
Faida menegaskan, kalau mahar politik harus dibayar dengan
uang miliaran, maka ketika terpilih yang bersangkutan tidak akan bisa menjadi
pemimpin yang lurus.
“Kalau dalam Pilkada itu mencari rekom saja perlu uang
bermiliar-miliar, sementara gajinya bupati semua orang tahu rata-rata Rp6 juta,
kalau toh ada insentif dan lain-lainnya, dengan biaya puluhan miliar itu saya
pastikan sulit menjadi pemimpin yang tegak lurus,” imbuhnya.
“Apabila mengawali pencalonan di pilkada dengan cara yang kurang terhormat, membeli kesempatan, membayar kepercayaan. Itu bukan suatu awalan yang baik, dan saya meyakini itu tidak akan mendapat ridho dari Allah SWT,” pungkas Faida.
Selengkapnya simak video Faida yang mengungkit soal mahar
politik Pilkada berikut ini: