SWARAKYAT.COM - Perlakuan semena-mena Pemerintah China kepada etnis minoritas muslim Uighur kembali terjadi.
Kali ini, pihak berwenang di wilayah Xinjiang, China
melarang muslim Uighur untuk menjalankan salat di masjid. Mereka hanya
mengizinkan orang yang berusia 65 tahun ke atas untuk menjalankan salat di
masjid.
Peraturan tersebut dinilai semakin memperketat pembatasan
pada praktik ibadah umat Islam etnis Uighur.
Sebelumnya, Pemerintah China juga telah melarang para
pelajar, pegawai negeri, dan guru Xinjiang yang beragama Islam untuk
menjalankan puasa Ramadan.
Selain itu, mereka juga pernah menginstruksikan pada
anak-anak Uighur yang berusia di bawah 18 tahun untuk tidak memasuki masjid.
Aturan pembatasan salat tersebut telah disahkan pada tahun
2017 di tiga wilayah terpisah di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang (XUAR).
Para petugas polisi bahkan mendatangi muslim Uighur dari
rumah ke rumah agar mematuhi peraturan tersebut.
Mereka yang ditemukan melanggar aturan akan dilaporkan ke
pihak berwenang setempat, dan menghadapi hukuman termasuk kemungkinan penahanan
di jaringan kamp pendidikan ulang politik Xinjiang.
Dalam kamp pendidikan ulang Xinjiang itu sebanyak 1.8 juta
etnis Uighur dan Muslim Turki lainnya dituduh melakukan ekstremisme agama, dan
melakukan ide politik yang salah.
Saat ini, setiap rumah di Uighur diperiksa oleh polisi, dan
mereka diberi tahu bahwa hanya pria dengan usia 65 tahun ke atas yang sekarang dapat
pergi ke masjid untuk melaksanakan salat.
Tak hanya itu, petugas polisi juga menyarankan etnis Uighur
untuk meninggalkan ibadah mereka sepenuhnya.
"Kami tidak melakukan hal-hal seperti membiarkan orang
yang lebih muda masuk ke masjid. Tapi tidak apa-apa jika mereka berusia 65
tahun atau lebih," kata seorang petugas polisi Kota Atush, sebagaimana
dikutip dari Radio Free Asia, Jumat, 25 September 2020.
Petugas polisi yang menyebut diri mereka sebagai perwakilan
dari komite administrasi masjid mengatakan, muslim Uyghur harus meninggalkan
semua kegiatan keagamaan mereka agar mereka semua bisa hidup damai.
"Kami memberi tahu mereka untuk tidak mengambil bagian
apapun dalam kegiatan keagamaan, dan hidup dalam damai," kata seorang
petugas polisi tersebut.
Tak hanya diawasi oleh para petugas polisi, muslim Uyghur
pun akan diawasi oleh tetangga mereka.
Sejak tiga tahun lalu, semua penduduk desa telah diwajibkan
untuk ikut mengawasi para tetangga di samping rumah mereka, lalu mencatat semua
pelanggaran yang telah dilakukan tetangga mereka, yang kemudian laporan
tertulis tersebut akan diserahkan kepada pemimpin lokal pada setiap hari Senin.
Siapapun yang tidak melaporkan kesalahan tetangga mereka
dalam satu minggu, akan diberi label "memiliki masalah ideologis",
dan dibawa ke kantor kader desa untuk diinterogasi.
Hal tersebut juga dinilai sebagai sebuah ancaman yang secara
efektif memaksa warga desa untuk mencari kesalahan ataupun pelanggaran terkecil
sekalipun dari tetangga mereka sehari-harinya.