SWARAKYAT.COM - Ajang pemilihan yang di semua tingakatan disokong oleh cukong telah diungkap oleh ekonom senior, Dr. Rizal Ramli dan kemudian diamini oleh Menko Polhukam, Mahfud MD.
Persoalan ini menjadi satu hal yang marak diperbincangkan banyak pihak menjelang perhelatan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020.
Pasalnya, orang yang ingin menjadi calon di Pilpres dan atau
Pileg maupun Pilkada kudu mendapat dukungan dari partai politik maupun individu
sesuai dengan batas pencalonan yang diatur di dalam undang-undang.
Dalam sebuah tulisan panjangnya yang berjudul “Rezim Telah
Melakukan Kerusakan dan Kedzaliman”, eks Staf Ahli Panglima TNI, Deddy S.
Budiman mengungkap kebobrokan dari sistem demokrasi di era sekarang ini.
Dia mengatakan, sistem ambang batas pencalonan yang dibangun
melalui UU 7/2017 tentang Pemilu cukup membuktikan tindak tanduk koalisi partai
politik di pemerintahan Presiden Joko Widodo yang bersinergi memperkuat
kekuasaannya bersama para cukong.
“Pilpres, Pilkada, Pileg langsung berbiaya mahal, melalui
sistem ambang batas, dilakukan dengan TSM (terstruktur, sistemeatis, dan masif)
untuk tidak jurdil, dan dibiayai para pemodal/taipan, menghasilkan wakil rakyat
dan pemimpin boneka dan koruptor,” ungkap Deddy sebagaimana dikutip Kantor
Berita Politik RMOL, Rabu (16/9).
Mayjen TNI Purnawirawan itu mengutip pernyataan Menko
Polhukam Mahfud MD yang menyebut kalau 92 persen kepala daerah dibiayai
pencalonannya oleh cukong-cukong.
“Menurut Menko Polhukam Mahfud MD 92 persen calon pemimpin,
dibiayai oleh pemodal. Akhirnya sama-sama kita ketahui berapa banyak para
pemimpin daerah yang terlibat korupsi, dan sekitar 80 persen tanah dan
perijinan sudah diambil oleh para pengusaha Asing dan Aseng,” bebernya.
Tidak hanya itu, gelagat para pemimpin pemerintahan untuk
membalas budi para cukong jelas terlihat dari sejumlah regulasi yang diloloskan
oleh DPR untuk segera disahkan. Inilah yang menjadi penegasan Deddy terkait
arah keberpihakan pemerintah Jokowi saat ini.
“Akan halnya RUU Omnibuslaw, UU Minerba, UU Covid dan
beberapa Perppu secara kasat mata hanya berpihak kepada pengusaha, ditenggarai
sebagai bayaran jasa para pengusaha/Taipan, untuk memenangkan Pemilu termasuk
Pilpres,” ucapnya.
“Sehingga jangan berharap para pejabat dan wakil rakyat akan
berpihak kepada rakyat terutama bagi Bumiputera,” demikian Deddy S. Budiman
menambahkan.