SWARAKYAT.COM - Feminis muslim, Nong Darol Mahmada dihujat habis-habisan lantaran mengungkap dampak buruk anak pakai jilbab dalam video DW Indonesia yang viral beberapa hari terakhir.
Dalam video itu, Darol Mahmada mengatakan wajar-wajar saja
seorang ibu atau guru mengharuskan anak memakai hijab sejak kecil.
“Tetapi kekhawatiran saya sebenarnya lebih kepada membawa
pola pikir si anak itu menjadi eksklusif karena dari sejak kecil dia ditanamkan
untuk misalnya “berbeda” dengan yang lain,” kata Darol Mahmada dalam video yang
dibagikan DW Indonesia melalui akun Twitternya, @dw_indonesia.
Gara-gara pandangannya tersebut, Darol Mahmada dibully dan
dihujat. Semuan akun medsosnya dipenuhi komentari negatif.
Menanggapi hal tersebut, suami Darol Mahmada, Mohamad Guntur
Romli angkat bicara. Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu membela
sang istri.
Guntur Romli menyebut istrinya memiliki kapasitas untuk
berbicara soal jilbab. Sebab, dia sangat mengerti tentang hijab.
“Nong Darol Mahmada juga alumnus UIN Syarif Hidayatullah
Jurusan Tafsir Hadis. Skripsinya tentang Jilbab. Jadi pendapatnya soal jilbab
punya otoritas baik dari keilmuan hingga pengalaman, apalagi dia seorang
perempuan,” kata Guntur Romli, dikutip pojoksatu.id dari blog pribadinya,
gunromli.com, Senin (28/9).
Selengkapnya simak tulisan Guntur Romli yang membela
istrinya berikut ini:
Istriku yang Mengajari Anak-anakku Bisa Mengaji
Beberapa hari ini, akun-akun media sosial istriku Nong Darol
Mahmada diserang makian dan hujatan. Baik twitter, IG dan FBnya. Akun-akun
medsos ku pun kena limpahannya. Bagiku ini hal ini yang biasa, serangan pada
aku pun lebih dari itu.
Serangan pada istriku karena wawancaranya dengan DW soal
anak-anak kecil yang dipakaikan jilbab. Istriku hanya berpendapat, apa yang ia
ketahui, apa yang ia yakini, apa yang ia rasakan, apa yang ia resahkan. Tapi
bukan dialog setara yang muncul, justeru makian, fitnah dan hujatan.
Istriku gusar dan bertanya-tanya “Apakah negeri kita sudah
tidak terbiasa dengan perbedaan pendapat? Sudah tidak bisa terima dengan
perbedaan pendapat? Itu kan pendapat ku, apa sudah tidak boleh berpendapat?
Mengapa yang kencang adalah bullyan bukan pendapat lain yang bisa aku
pertimbangkan?”
Iya. Aku juga merasa kegusaran yang sama.
Aku pun dicolek-colek sebagai suaminya. Apa pendapat dan
sikap ku tentang hal itu.
Ingin kutegaskan:
Aku sangat menghormati dan menghargai pendapat dan sikap
istriku, apa pun pilihannya, aku mencintainya.
Sebelum kenal dengan dia, Nong Darol Mahmada adalah aktivis
dan pemikir yang tangguh dan bertanggung jawab baik secara keilmuan dan
pengalaman. Dia alumnus pesantren Cipasung 6 tahun, keluarganya mengasuh
pesantren hingga saat ini. Bapaknya seorang kiai yang mumpuni.
Nong Darol Mahmada juga alumnus UIN Syarif Hidayatullah
Jurusan Tafsir Hadis. Skripsinya tentang Jilbab. Jadi pendapatnya soal jilbab
punya otoritas baik dari keilmuan hingga pengalaman, apalagi dia seorang
perempuan.
Aku tak tahu, yang sekarang sangat keras menghujatnya apa
punya otoritas keilmuan, latar belakang pengalaman dan sudah menyiapkan sederet
argumentasi?
Kalau hanya maki-maki dan menghujat memang mudah. Karena itu
mereka terlalu gampang mengumbarnya.
Ada yang tidak setuju dengan pendapatnya, itu biasa-biasa
saja. Karenanya dibuka dialog. Istriku bukan penjabat publik, bukan pula
pengambil keputusan, pendapatnya adalah pendapat warga biasa, yang mengungkap
keresahan apa yang dialaminya.
Untuk isu ini aku hanya ingin menambahkan soal budaya yang
umum di kalangan masyarakat Timur Tengah yang dicitrakan sangat korservatif
untuk isu jilbab, bahkan di kalangan yang disebut rigid, sangat mudah kamu
googling saja: anak-anak perempuan kecil tak ada yang dipakaikan jilbab, hingga
di Saudi sekali pun!
Jilbab dipakaikan ke anak-anak perempuan yang mulai besar,
terkait menutupi bagian-bagian apa yang disebut dengan aurat, ini biasanya saat
mereka memasuki sekolah dasar (madrasah ibtida’iyyah) tetapi di sekolah
kanak-kanak (rawdlatul athfal) tidak ada dipakaikan jilbab. Kamu sangat mudah
menemukan di google ibu-ibu dengan cadar bersama anak-anak kecil permpuan
mereka yang memakai baju-baju lucu pinky dengan barbie, ariel, dan
karakter-karakter lainnya.
Aku hanya sebut budaya saja yang umum, kalau soal
dalil-dalil baik dari Al-Quran, Hadits dan pendapat-pendapat ulama, istriku
lebih menguasai. Kalau kamu tak percaya ucapan dan tulisan istriku soal jilbab
bisa kamu baca buku Prof Quraish Shihab soal ‘Jilbab’. Mungkin otoritas beliau
sebagai ulama besar, alumnus doktor jurusan Tafsir Universitas Al-Azhar Cairo
Mesir bisa sedikit meyakinkan mu kalau perdebatan soal jilbab ini hal yang
biasa. Tapi kalau aku cek yang menyerang istriku mereka yang rata-rata pengagum
Sugik Nur, ustadz-ustadz dadakan ala Hizbut Tahrir dan seleb-seleb yang baru
bertobat kemudian mengaku ustadz. Ini sih maklum saja.
Dengan pendapat istriku (dan pendapatku juga), keluarga kami
sering dituduh antiagama. Tapi ingin aku tulis di sini soal testimoni keluargaku,
khususnya bagi mereka yang mudah menyebarkan fitnah. Pendidikan ibadah
keislaman untuk anak-anakku yang mendidiknya langsung istriku.
Kepada anak-anakku istriku mendidik terkait etika keagamaan,
mana yang baik mana yang buruk, mana yang boleh dan tidak boleh, karena anakku
juga sekolah dengan punya teman-teman yang beda agama, istriku mengajarkan
semua agama bertujuan kebaikan dan menjauhi keburukan. Hal ini penting untuk
tidak membeda-bedakan teman hanya karena beda agama. Kalau dalam terminologi Islam
ini yang disebut akhlaq tentang budi pekerti.
Iya keluarga kami memang mendahulukan dan menekankan akhlaq
dari pada soal perdebatan fiqih (hukum Islam).
Tapi bukan berarti syariat tidak diajarkan. Karena hal ini
terkait dengan keterampilan ibadah ritual. Bapak ku kiai, Bapak istriku kiai,
kami sama-sama alumnus pesantren masa anak-anak kami sampai tidak bisa mengaji
dan tidak mengerti dasar-dasar kewajiban dalam Islam? Aih yang bener aja!
Mulai dari doa-doa sehari-hari, shalat, puasa, hingga bisa mengaji.
Ini yang membanggakanku. Jadi istriku tidak hanya pandai mengutip dalil-dalil
soal hukum agama tapi dia bisa mendidik anak-anak kami bisa shalat, hafal
dengan bacaan dan doanya hingga bisa mengaji. (Kami tidak punya guru privat
mengaji dan agama, karena prinsip kami, agama dan budi pekerti dididik langsung
oleh orang tua).
Waktu nikah aku bilang ke istriku, aku bisa sholat, hafal
bacaan dan doa-doa serta bisa mengaji karena dididik ibuku, ini menjadi
kenangan terindah buatku dan selalu merasa terhubung secara emosional dan
spiritual dengan ibuku. Istriku pun mendidik anak-anak kami keterampilan
ibadah-ibadah dasar, apalagi saat berkah PSBB tidak bisa kemana-mana setiap
malam mengaji bersama anak-anakku, ini akan menjadi kenangan terindah bagi anak-anak
kami.
Untuk mereka yang menghujat istriku, aku hanya mau bilang
begini: kalian tidak kenal istriku, tidak kenal keluarga kami. Ada pepatah Arab
yang sering aku kutip ‘an-naasu a’ daa’u maa jahiluu’ (manusia sering memusuhi
yang tidak mereka ketahui) kalau dalam ucapan kita sehari-hari ‘Tak Kenal Maka
Tak Sayang’.
Sedangkan bagi mereka yang sampai memfitnah hingga
menyebarkan foto-foto anak-anakku dengan konten-konten fitnah aku hanya mau
mengatakan: Semoga Allah Swt membalasnya, doa-doa kakek-kakek dan
nenek-neneknya tidak akan pernah terima bila cucu-cucunya difitnah seperti itu.
Salam
Mohamad Guntur Romli