SWARAKYAT.COM - Kondisi Indonesia yang sedang ditimpa krisis ekonomi saat ini harus dimaknai sama oleh semua pihak. Untuk bisa keluar dari tekanan krisis itu, aturan harus dirombak dan jangan ada lagi prosedur yang berbelit-belit.
Keprihatinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sepertinya
terjadi karena masih banyak jajarannya di pemerintah pusat dan daerah, belum
sadar bahwa Indonesia sedang mengalami krisis akibat Covid-19. Lagi-lagi,
Presiden meminta usaha yang luar biasa atau extraordinary dalam segala bidang
khususnya perekonomian.
"Semua itu saya tegaskan kembali berulang-ulang untuk menyamakan frekuensi bahwa kita memang dalam kondisi krisis," tegas Jokowi di Istana Negara, Jakarta, kemarin.
Penyamaan frekuensi ini diminta Presiden Jokowi dengan tidak
menerapkan prosedur dan aturan yang berbelit-belit. Menurutnya, aturan yang
dibuat sendiri itu sudah waktunya dirombak, apalagi demi kepentingan
masyarakat.
"Upaya extraordinary harus di bidang perekonomian,
bantuan sosial berupa kebutuhan pokok, bantuan sosial berupa uang tunai harus
dilakukan untuk menyelamatkan masyarakat yang tiba-tiba menganggur, yang
tiba-tiba tidak punya penghasilan. Bantuan untuk UMKM, subsidi gaji, dan
restrukturisasi kredit juga harus dilakukan secara cepat," jelas dia.
Pemerintah, lanjut dia, harus mampu mengganti cara kerja
dari channel yang biasa-biasa menjadi channel yang luar biasa, seperti juga
kondisi dunia pada umumnya. "Kita masih butuh waktu untuk keluar dari
kondisi ini, pemerintah masih butuh fleksibilitas kerja dan kesederhanaan
prosedur agar semua permasalahan bisa ditangani dengan cepat, tepat sasaran,
dan efisien," tandasnya.
Department Head Industry & Regional Research Bank
Mandiri Dendi Ramdani memaklumi keresahan Presiden Jokowi terhadap kinerja
pembantunya. Dia menilai kinerja pemerintah di saat ini masih kurang memuaskan.
Hal ini bisa dilihat dari serapan anggaran program pemulihan
ekonomi nasional (PEN) yang memang di bawah ekspektasi karena serapan anggaran
relatif rendah. "Namun, khusus untuk program bansos sudah mencapai 49,6%
per Agustus 2020," ujar Dendi.
Terlebih, menurutnya, kasus positif Covid-19 harian terus
meningkat. Maka wajar bila diperlukan upaya dan strategi khusus agar masyarakat
menjalankan protokol kesehatan dalam kehidupan sehari-hari. "Bisa dengan
pengerahan tentara dan polisi besar-besaran ke lapangan demi mendisiplinkan
masyarakat," tegasnya.
Lebih lanjut, dia melihat hal yang terpenting perlu
dilakukan adalah menghubungkan titik-titik (connecting the dots) kekuatan yang
ada. Semua itu demi kebijakan yang lebih efektif dalam menangani Covid-19 dan
juga dalam menjalankan program pemulihan ekonomi. "Artinya ada fungsi
komunikasi dan koordinasi yang harus diperkuat, termasuk antara kementerian
lembaga di pusat dan di daerah," paparnya.
Selanjutnya, Tim Satgas Covid-19 juga harus menerapkan
strategi debottle-necking atau memecah kebuntuan dari saluran-saluran yang
terhambat, sehingga lebih efektif saat melaksanakan dan mengeksekusi program
pemulihan ekonomi nasional. Jadi harus diidentifikasi saluran mana yang macet.
Dijelaskan posisinya, mengapa, dan dicarikan solusinya.
Misalnya yang jelas adalah serapan anggaran yang masih rendah. Maka perlu
dicari penyebab dan kemudian solusi yang cepat dan praktis," terang Dendi.
Chief Economist BNI Sekuritas Damhuri Nasution mengatakan,
meskipun saat ini beberapa indikator makroekonomi mulai menunjukkan sinyal
sedikit membaik, sesungguhnya kinerja perekonomian Indonesia masih jauh dari
level pre-pandemi. "Hal ini antara lain bisa kita lihat dari beberapa
indikator. Seperti penjualan mobil, motor, semen, ritel, dan lain-lain yang
levelnya masih rendah," tutur Damhuri.
Namun, dirinya juga melihat secara perlahan mulai terjadi kenaikan sejak Juni 2020. Kondisi ini tentu tidak terlepas dari upaya pemerintah yang berupaya untuk menggerakkan kembali roda perekonomian melalui sejumlah kebijakan. "Namun, aktivitas ekonomi masih di bawah pre-pandemi. Maka masih dibutuhkan upaya ekstra agar aktivitas ekonomi bisa lebih cepat membaiknya," katanya.
Menurut Chief Economist TanamDuit Ferry Latuhihin,
pemerintah pusat telah melakukan upaya terbaik untuk memulihkan ekonomi.
Sayangnya, upaya tersebut tidak dilakukan oleh pemerintah daerah, terutama
penyaluran dana PEN yang tidak lancar. “Kemungkinannya ini disebabkan sistem
database yang masih kacau,” jelas Ferry.