SWARAKYAT.COM - Ribuan masyarakat dari beberapa desa di Kecamatan Tumbang Titi melakukan aksi unjuk rasa ke perusahaan tambang milik PT. Sultan Rafli Mandiri (SRM) yang terletak di Dusun Muatan Batu, Desa Nanga Kelampai, Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, Kamis (17/9) siang.
Kedatangan masyarakat dari empat desa diantaranya Kelampai,
Jungkal, Pemuatan Jaya dan Segar Wangi lantaran tidak terima adanya spanduk
yang dipasang oleh oknum perusahaan di lingkungan perusahaan yang berbunyikan
dukungan warga empat desa atas pengoperasian kembali perusahaan yang sempat
berhenti usai didemo sejumlah masyarakat pada akhir bulan agustus lalu.
Dari pantauan, masyarakat yang merasa kesal merangsek masuk
secara paksa ke dalam perusahaan dengan merusak pintu gerbang perusahaan.
Bahkan massa yang kesal mencoba mematikan mesin tambang yang dioperasikan
kembali oleh perusahaan.
Suasana mencekam tak dapat dielakkan, massa yang emosi
kemudian melakukan sweping ke dalam perusahaan dan barak karyawan dan semakin
memanas ketika menemukan ratusan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang berada dalam
camp karyawan. Keributan juga tak dapat dielakkan, sejumlah massa sempat
merusak sejumlah barang di perusahaan, sejumlah aparat kepolisian yang berada dilokasi
tidak dapat berbuat banyak saat massa merusak bangunan camp baik dengan memukul
pintu, jendela hingga memecahkan kaca bangunan.
Bahkan beberapa dari ratusan TKA yang ada diperusahaan
sempat menjadi bulan-bulanan warga dengan dipukuli hingga berdarah, dan ada
juga TKA yang mencoba melarikan diri ke dalam hutan sebelum akhirnya dievakuasi
oleh aparat kepolisian dengan menggunakan beberapa unit truk.
Tokoh Masyarakat Desa Segar Wangi Tumbang Titi, Rudi
membenarkan adanya kejadian keributan antara masyarakat di PT. SRM. Keributan
diakuinya dipicu dari ketersinggungan masyarakat yang namanya dicatut
perusahaan mendukung pengoperasionalan kembali perusahaan di dalam sebuah
spanduk yang terpasang di sejumlah pagar perusahaan.
“Kejadiannya sekitar pukul 11.30 WIB, sejumlah masyarakat
dari beberapa desa mendatangi perusahaan,” akunya.
Ia melanjutkan, kalau masyarakat merasa kesal karena mereka
dijadikan alat seolah mendukung pengoperasionalan kembali perusahaan setelah
sempat adanya kesepakatan pada Agustus lalu mengenai penghentian aktivitas
perusahaan selama belum adanya kepastian penyelesaian persoalan sengketa lahan.
“Makanya masyarakat protes, dan diketahui juga ada oknum
perusahaan meminta tanda tangan dukungan kepada masyarakat yang mana 1 tanda
tangan dihargai 100 ribu yang katanya merupakan bantuan Covid namun nyatanya
digunakan seolah sebagai bentuk dukungan, masyarakat merasa dibohongi,”
terangnya.
Untuk itu, kedatangan masyarakat hendak mematikan mesin
perusahaan malah menemukan ratusan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang berada di
pabrik atau barak karyawan yang mana sejumlah TKA sempat ketakutan dan mencoba
melarikan diri ke dalam hutan sebelum dievakuasi oleh aparat keamanan.
“Kami mempertanyakan apakah TKA mereka ada izinnya sebab setau kami TKA hanya puluhan tapi faktanya ada ratusan,” tanyanya.
Sementara itu, Ahli waris pemilik lahan yang digunakan
perusahaan untuk beraktivitas Imran menegaskan bahwa sampai saat ini persoalan
ganti rugi lahan belum diselesaikan perusahaan sehingga pihaknya menyayangkan
perusahaan yang kembali mengingkari janji dengan mengoperasionalkan kembali
mesin tambang.
“Padahal kesepakatannya tidak ada aktivitas selama persoalan
belum selesai. Soal masyarakat ribut disana saya tidak tahu pasti tapi saya
dapat informasinya memang benar kejadiannya hari ini,” akunya.
Untuk itu, Imran meminta perusahaan agar tidak mengingkari
janjinya serta tidak mengatasnamakan masyarakat untuk berlindung dan
mengaktifkan perusahaan.
Waka Polres Ketapang, Kompol Jonathan saat dikonfirmasi
enggan memberikan komentar begitu juga dengan Kasat Reskrim Polres Ketapang,
AKP Primas yang juga tidak memberikan jawaban dengan tidak mengangkat telepon
awak media. (*)