SWARAKYAT.COM - Rizal Ramli mengajukan judicial review (uji materi) UU Pemilu terkait ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) di Mahkamah Konstitusi (MK).
Rizal saat sesi tanya jawab usai pengajuan judicial review,
berbicara mengenai Pilkada yang menurutnya, sama seperti Pilpres, cenderung
dibiayai oleh cukong.
"Kita enggak ada pemimpin hebat, ada sih beberapa kalau
bupati dari 440, ada sekitar 20 bupati yang hebat betul kerja bersama rakyat.
Tapi sisanya servis (melayani) cukong, itu merusak Indonesia," kata Rizal,
Jumat (4/9)
Dia lalu mengaitkannya dengan ambang batas pencalonan yang
selama ini masih berlaku, baik untuk Presiden maupun untuk calon kepala daerah
sebesar 20 persen kursi parlemen.
"Nah, selama ini MK melegalisasi threshold. artinya MK melegalisasi kejahatan money politics ini. Saya harap kali ini, saya akan bujuk teman teman MK marilah kita berpikir untuk Indonesia yang lebih hebat. Yang lebih makmur, kita hapus threshold ini. Kalau tidak, threshold ini jadi sekrup pemerasan," paparnya.
"Partai-partai sih senang. Mas, kalau mau jadi bupati,
harus setor untuk sewa partainya, Rp 40-60 miliar, dia juga enggak kerja buat
menangin, Mas. Tapi begitu menang, dia klaim lagi, aku yang berjuang, minta
lagi apa yang lain-lain," imbuh Mantan Menko Kemaritiman itu.
Lebih lanjut, Rizal menegaskan, saat ini ketika bupati
gubernur atau jabatan yang lebih tinggi lainnya terpilih, lupa untuk membela
rakyat. Lupa untuk berjuang demi kepentingan nasional.
"Mereka malah ngabdi sama cukong-cukongnya. Inilah yang
saya sebut sebagai demokrasi kriminal. Ini yang membuat Indonesia enggak akan
pernah menjadi negara hebat kuat adil dan makmur karena pemimpin-pemimpinnya
pada dasarnya itu mengabdi sama yang lain," tegas Rizal. []