SWARAKYAT.COM - Kamis (03/09). Ruhut Sutompul muncul lagi, horeee. Cuma saja kali ini Ruhut tidak lagi minta atau menantang bertarung dengan jaminan potong kupingnya kalau kalah bertarung. Seperti yang diumbar-umbar Ruhut ketika ingin mempertahankan sipenista Agama Islam Ahok bertarung di Pilkada Gubernur DKI Jakarta 2017 lalu. Kemunculan Ruhut kali ini hanya untuk menggambarkan kondisi dan peta politik nasional kekinian. Huebat kan Ruhut?
Menurut gambaran politik Ruhut, tiga kelompok yang sekarang
merongrong pemerintahan Jokowi. Ada kelompok Din Syamsuddin, kelompok 212, dan
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Wuiiiih, huebat sekali analisanya Ruhut, he he
he. Ruhut menyatakan siap berjuang untuk Jokowi habis habisan. Tunggu perintah
dari bossnya, Megawati.
Jadinya sekarang tiga kelompok lawan tiga Ruhut. Rehut
pertama adalah Ruhut PDIP, Ruhut kedua adalah Ruhut Demokrat, dan Ruhut ketiga
adalah Ruhut Golkar. Mati-matian sekarang Ruhut membela PDIP, serasa kader
“aseli”. Ruhut bukan lagi kader PDIP indekost atau imigran. Sama seperti dulu
ketiks Rhut menjadi kader paling Demokrat dan paling Golkar.
Walaupun demikian, wajarlah memang, kondisi bangsa ini
sedang dilanda “politik angin anginan, politik jilat-menjilat dan politik
mencari selamat kepada kekuasaan”. Kemana angin bergerak ke situ sang oknum
berpijak eh berpihak. Lagi musimnya mencari sandaran untuk merapat ke penguasa.
Kebetulan penguasa juga lagi membutuhkan pelampung penyelamat untuk
menyelamatkan kapal yang hampir tenggelam di tengah badai dan ombak besar.
Mengerikan budaya politik menjilat yang tengah melanda
bangsa ini dengan dahsyatnya. Seperti serasan para demang yang sedang membela
penguasa kumpeni. Tidak peduli tingkat kejahatannya seperti apa? Termasuk
menindas bangsanya sendiri. Persetan dengan harga diri, karena yang penting
adalah “diri ada harga”. Mau menjadi “buzzer” atau “influencer” sama saja. Yang
jelas semua ada pembina yang mengorder.
Sentimen kepada oposisi atau Islam kah tuan Ruhut sekarang
ini ? Sebab Ruhut sebut Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) kelompok
Din Syamsuddin yang tokoh Islam. Ruhut juga menyebut 212 juga aksi umat Islam
terhadap penista agama Ahok. Lalu HTI juga pergerakan Islam. Apakah Ruhut mau
bicara dan menyatakan bahwa yang merongrong pemerintahan Jokowi-Ma’ruf itu
adalah umat Islam?
Kalau itu yang hendak dimaui oleh Ruhut, maka mungkin saja
umat Islam akan memberikan predikat kepada Ruhut sebagai “musuh besar umat”
hari ini. Jika demikian adanya, maka umat Islam tentu saja sangat siap untuk
menghadapi apa saja yang dimaui oleh Ruhut. Bertarung di semua lini pun boleh.
Toh, cuma sekedar menghadapi seorang Ruhut ini.
Sebagai orang yang mengerti hukum, tentu Ruhut faham bahwa
menyebut Din Syamsudin dan kelompoknya sebagai perongrong Pemerintah itu harus
dibuktikan. Jika tidak, maka berbalik menjadi delik yang menjerat Ruhut. Delik
fitnah dan pencemaran. Lalu benarkah Pemerintah merasa terongrong ? Mahfudz, Luhut,
Moeldoko atau “tokoh” Pemerintah lainnya pada diam, dan tidak ada ungkapan
merasa terongrong.
Lagi pula apakah agar tidak terongrong, maka Pemerintah
tidak boleh dikritik ? Suara beda dibungkam dan semua harus menurut patuh pada
Pemerintah? Of course, no. Pemimpin yang tidak kompeten tidak boleh dibiarkan.
Apalagi sewenang-wenang menguras kekayaan negara dan memeras warga negara.
Hancur bangsa jika tidak ada pengawasan dan koreksi.
Ruhut mesti sadar bahwa negara ini sedang sakit. Mungkin
juga sekarat. Kondisi ini terjadi sekarang disebabkan oleh merajalelanya
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Juga tingginya tingkat kesenjangan
sosial, serta negara yang dikuasai kepentingan asing dan aseng. Benar bahwa
“covid 19” merupakan ancaman bagi semua, baik pemimpin maupun rakyat. Tetapi
pemimpin “stupid” adalah penyakit yang jauh lebih berbahaya.
Ruhut boleh saja memetakan berdasarkan asumsi sendiri
tentang kelompok yang merongrong pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin, tetapi
rakyat, khususnya umat Islam juga dapat memetakan dan mencatat dimana Ruhut
Sitompul berada. Tak ada kekuasaan yang abadi. Kita lihat saja.
Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Oleh: M. Rizal Fadillah