SWARAKYAT.COM - Berakhirnya tahapan pendaftaran pasangan calon kepala daerah dalam Pilkada 2020 menyisakan cerita tidak mengenakkan bagi PDIP. Pasalnya, partai berlambang banteng ini ternyata dicampakkan oleh paslon usungannya di Pilkada Sumatera Barat dan Cilegon.
Paslon pertama yang mengembalikan dukungan dari PDIP adalah
Mulyadi-Ali Mukhni. Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat
ini akhirnya hanya diusung oleh Partai Demokrat dan Partai PAN.
Pengembalian SK dukungan dari PDIP ini sebetulnya buntut
panjang dari pernyataan Ketua DPP PDIP Puan Maharani, yang berharap Sumbar
menjadi provinsi pendukung negara Pancasila. Perkataan Puan tersebut ternyata
dinilai merugikan Mulyadi-Ali Mukhni. Merespons hal itu, PDIP Sumbar pun
memutuskan tak ikut gelaran Pilgub Sumbar.
"Sebagai Ketua PDIP Sumatera Barat, saya langsung
menggelar rapat bersama pengurus lainnya menyikapi pemutusan pengembalian
mandat secara sepihak ini," kata Ketua DPD PDI Perjuangan Sumbar Alex
Indra Lukman kepada wartawan, Minggu (6/9).
Mulyadi-Ali Mukhni pun resmi telah mendaftar ke KPU Sumbar
pada Minggu (6/9). Pasangan ini maju bermodalkan 20 kursi dari koalisi Demokrat
dan PAN dan tidak jadi menerima dukungan 3 kursi dari PDIP karena merasa ada
tekanan dari tokoh dan masyarakat Sumbar.
"Malam ini kami pasangan Mulyadi-Ali Mukhni telah
mendaftar ke KPU untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar. Sudah
diterima KPU dan akan melewati verifikasi," kata Mulyadi setelah mendaftar
ke KPU Sumbar.
Mulyadi berterima kasih kepada para pendukung dan partai
pengusung yang telah memberi amanah untuk maju di Pilkada Sumbar 2020. Bersama
Ali Mukhni, ia yakin akan membawa Sumbar menjadi provinsi yang berkah dan
sejahtera.
"Kita sudah siap membangun Sumatera Barat dengan segala
konsekuensi yang ada, dengan menjalin kerja sama dengan semua pihak, tidak hanya
mengandalkan APBD semata, sehingga pembangunan bisa berjalan baik dan tingkat
kehidupan masyarakat akan terangkat, dengan perbaikan ekonomi, kesehatan, dan
pendidikannya," kata dia.
Mulyadi-Ali Mukhni menjadi pasangan terakhir yang mendaftar
ke KPU Sumbar untuk bertarung pada Pilgub Sumbar 9 Desember 2020. Secara
keseluruhan, ada empat pasangan yang sudah mendaftar, yakni Nasrul Abit-Indra
Catri (Gerindra), Mahyeldi-Audy (PKS-PPP), Fakhrizal-Genius Umar
(Golkar-NasDem-PKB), serta Mulyadi-Ali Mukhni (Demokrat-PAN).
Tak terlihat ada satu pun paslon usungan dari PDIP di Sumatera Barat. Dengan demikian , PDIP pun tak terlibat dalam Pilkada Sumatera Barat.
Selain di Sumatera Barat, kondisi serupa ternyata dialami
PDIP di Kota Cilegon. Setelah ditutupnya pendaftaran, PDIP ternyata ditinggal
oleh paslon yang direkomendasikannya.
Keempat bakal calon walkot-wawalkot yang mendaftar ke KPU
Kota Cilegon adalah Ratu Ati Marliati-Sokhidin (Golkar, Gerindra, NasDem, PKB);
Helldy Agustian-Sanuji Pentamarta (Partai Berkarya, PKS); Iye Iman Rohiman-Awab
(PAN, PPP, Demokrat); dan Ali Mujahidin-Firman Mutakin, yang maju melalui jalur
independen.
Pendaftaran keempat calon sudah diterima oleh KPU. Dengan
begitu, KPU menyatakan tak ada lagi pencabutan dan pengunduran diri bagi para
calon. Demikian juga dengan tambahan dukungan partai politik.
"Ya, tidak ada aturan kan (revisi dukungan parpol)
diatur bahwa kalau sudah mendaftarkan itu tidak ada lagi penarikan, tidak ada
lagi mengundurkan diri dan tidak ada perubahan-perubahan itu," kata Ketua
KPU Cilegon Irfan Alfi kepada wartawan, Senin (7/9/2020).
Dengan demikian, PDIP pun tidak ikut meramaikan perhelatan
pemilihan Wali Kota Cilegon 2020. PDIP absen karena tak masuk dalam parpol
pengusung bagi empat pasangan tersebut.
"UU kan mengatur demikian, jadi UU bahwa dalam
tahapan-tahapan sudah melakukan pendaftaran koalisi parpol atau parpol
pengusung dilarang menarik pencalonan lagi," ujarnya.
Padahal PDIP sebelumnya mengeluarkan SK rekomendasi untuk
memasangkan kadernya mendampingi calon dari Berkarya, Helldy Agustian. Namun SK
itu tak dihiraukan oleh Helldy. Ia memilih tetap berkoalisi dengan PKS dan
memilih Sanuji sebagai wakilnya.
"Normalnya kan mengatur demikian (penambahan parpol),
ya gimana kalau normanya nggak bisa, ya nggak bisa. Saya nggak mau komen urusan
yang begitu, normalnya saja, itu urusan internal," kata dia. []