SWARAKYAT.COM - Nasi sudah menjadi bubur. Tak perlulah diolah-olah lagi supaya kembali menjadi nasi. Percuma. Di mata Puan, orang Minang tidak menerapkan Pancasila.
Itulah thesis asli Puan Maharani tentang orang Minang yang
selama ini kosisten menolak PDIP. Itulah pandangan Puan. Begitulah yang ada di
pikiran dia. Jadi, tidak perlu diusahakan untuk memoles-moles ucapan asli itu.
Puan mengatakan, “…Semoga Sumbar mendukung negara
Pancasila.” Mau ditafsirkan oleh ahli bahasa mana pun, kalimat ini mengandung
arti tunggal bahwa orang Minang tidak berpancasila.
Untuk apalagi dilurus-luruskan. Ditafsir-tafsirkan. Memang
itulah yang dimaksudkan Puan.
Dan harap diingat. Puan mengucapkan itu dalam konteks yang
khusus. Yaitu, ketika dia memberikan sambutan melepas para calon kepala daerah
dari PDIP untuk pilkada 2020 di Sumatera Barat (Sumbar). Dari sini, sangat
‘valid’ disimpulkan bahwa, bagi Puan, hanya orang PDIP-lah yang memahami dan
menerapkan Pancasila. Orang lain tidak.
Padahal, kalau dicermati langkah-langkah PDIP untuk mengubah
Pancasila menjadi Trisila dan kemudian Ekasila, jelas sekali bahwa Partai
Banteng sudah lama ingin melenyapkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Yaitu, sila
yang paling kental mewarnai sikap dan tindak-tanduk orang Minang.
Sekarang, orang-orang PDIP sibuk menukangi ucapan Puan yang
sangat berbisa itu. Mereka mencari-carikan alasan, mengklarifikasi, dsb.
Sia-sia. Damage has been done. Sudah terlanjur perasaan orang Minang luka
parah. Semakin dilurus-luruskan, bertambah meruyak nanti luka perasaan itu.
Lebih baik Puan tampil ke depan. Minta maaf secara terbuka.
Akui kesilapan. Selesai. Perkara nanti orang Minang melestarikan thesis Puan
itu, apa boleh buat. Itulah risiko PDIP mencurigai orang lain. Itulah akibat
keinginan pimpinan PDIP agar partai mereka itu unggul di mana-mana. Termasuk di
Sumatera Barat (Sumbar).
Keinginan itu menyebabkan pimpinan Banteng menganggap orang
Minang yang tidak menerima PDIP sebagai musuh. Tidak hanya musuh partai tapi
sekaligus mereka anggap sebagai musuh negara. Musuh negara itu antara lain
adalah orang yang tidak berpancasila. Cocok dengan ucapan Puan.
Tidak ada salahnya orang PDIP ramai-ramai turun tangan untuk
menyelamatkan Puan. Boleh-boleh saja barisan politisi senior PDIP mencoba
meluruskan ucapan Puan itu. Silakan saja.
Cuma, semakin Anda belok-belokkan peristiwa naas ini ke
mana-mana, akan semakin parah. Anda terlihat arogan. Angkuh. Tidak mau meminta
maaf. Merasa diri sempurna.
Bisa juga nanti publik melihat PDIP sok kuasa.
Mentang-mentang punya kekuasaan besar. Seenaknya saja terhadap orang lain yang
tidak mendukung.
Kalu Anda tetap merasa tak bersalah, merasa Puan tidak
melukai orang Minang, terserah saja. Tidak ada masalah. Sebab, catatan sejarah
tentang peranan orang Minang cukup lengkap. Tak bisa dihapus. Mereka ikut
merumuskan Pancasila, mereka mengamalkan dan merawatnya.
PENULIS : Asyari Usman (Wartawan Senior)