SWARAKYAT.COM - Pandemi virus corona (covid-19) mengganggu pertumbuhan ekonomi global dan merontokkan harga saham maupun komoditas. Otomatis, pendapatan dan bisnis para taipan pun terpuruk, sehingga mempengaruhi nilai kekayaan.
Salah satunya, kekayaan keluarga Hartono pemilik Djarum yang
merupakan orang terkaya se-Indonesia kehilangan nilai asetnya hingga 12,65
miliar dollar AS pada tahun ini.
Dengan kurs rupiah di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate
(JISDOR) Bank Indonesia Rp 15.553 pada Jumat (24/4/2020), aset yang hilang itu
mencapai Rp 196,75 triliun.
Data yang dilansir bloomberg.com, hingga 25 April 2020 ini
beberapa nama taipan Indonesia yang masuk daftar 500 orang kaya dunia telah
mengalami penyusutan harta hingga dobel digit. Budi Hartono dan Michael
Hartono, dua bersaudara yang merupakan keluarga terkaya di Indonesia juga harus
mengalami penurunan tersebut.
Budi, orang kaya nomor satu di Indonesia dan urutan 126
dunia tercatat memiliki kekayaan 10,7 miliar dollar AS. Jumlah tersebut telah
berkurang 6,44 miliar dollar AS dibandingkan awal tahun alias year to date
(ytd).
Sementara Michael yang berada di posis 141 terkaya di dunia
mencatatkan harta senilai 9,87 miliar dollar AS atau berkurang 6,21 miliar
dollar AS ytd.
Pemilik Grup Djarum tersebut mengawali bisnisnya lewat
perusaahaan rokok, namun kini Djarum memperluas lini bisnisnya ke sektor
properti, perbankan, elektronik, pulp dan kertas, perkebunan, telekonomunikasi
hingga yang teranyar merambah industri digital melalui perusahaan modal ventura
GDP Venture.
Grup Djarum juga memiliki bisnis properti dan perhotelan.
Meskipun lini bisnis utama tak melantai di bursa, setidaknya terdapat dua
perusahaan Grup Djarum yang menjadi emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR).
Nah, sebagian besar aset yang hilang dari keluarga Hartono
tersebut antara lain di BCA. Akhir tahun 2019, harga saham BBCA bertengger di
level Rp 33.425 dan memiliki nilai kapitalisasi pasar sebesar Rp 816 triliun.
Pada perdagangan Jumat (24/4/2020), harga saham BBCA di
level 24.600 dengan nilai kapitalisasi pasar Rp 606,51 triliun.
Surati Jokowi Tolak PSBB Lagi
Pengusaha kondang Peter F Gontha mengunggah sebuah surat
dari bos Djarum Robert Budi Hartono alias Oei Hwie Tjhong ke akunnya di
Instagram.
Surat dari orang terkaya di Indonesia itu ditujukan kepada
Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Adapun isi surat itu ialah masukan dari Budi Hartono untuk
Presiden Jokowi terkait rencana Gubernur DKI Anies Baswedan menerapkan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat lagi mulai Senin (14/9).
“Surat Budi Hartono Orang terkaya di Indonesia kepada
Presiden RI SEPTEMBER, 2020,” tulis Peter melalui akun petergontha di
Instagram, Sabtu (12/9).
Peter dalam unggahannya juga menyertakan sejumlah foto surat
dari Budi Hartono. Surat bertanggal 11 September 2020 itu berisi pandangan pemilik
Bank Central Asia (BCA) tersebut tentang rencana Anies kembali menerapkan PSBB
ketat.
“Menurut kami, keputusan untuk memberlakukan PSBB kembali
itu tidak tepat,” tulis Budi.
Lebih lanjut pengusaha kelahiran 28 April 1940 itu juga
memaparkan argumennya. Budi menganggap PSBB di DKI terbukti tak efektif dalam
menurunkan pertumbuhan angka infeksi.
“Meskipun Pemerintah DKI Jakarta telah melakukan PSBB
tingkat pertumbuhan infeksi masih naik,” sambungnya.
Selain itu, Budi menyebut rumah sakit di DKI Jakarta tetap
akan mencapai kapasitas maksimal dengan atau tanpa PSBB. Penyebabnya ialah
tidak maksimalnya pemerintah pusat ataupun pemda dalam menyiapkan isolasi
mandiri untuk menangani lonjakan kasus.
Oleh karena itu Budi menyodorkan sejumlah usul. Satu, Budi
mengusulkan penegakan sanksi terhadap masyarakat yang tidak berdisiplin
menerapkan protokol kesehatan di era new normal.
Dua, Budi meminta pemerintah pusat dan pemda bersama-sama
meningkatkan kapasitas isolasi. Tiga, pemerintah harus melaksanakan tes,
isolasi, tracing (pelacakan) dan treatment (pengobatan).
Empat, perekonomian harus tetap terjaga. Harapannya ialah
aktivitas masyarakat sebagai motor perekonomian terus menjaga kesinambungan
kehidupan hingga pandemi berakhir.
Budi menambahkan, melaksanakan PSBB yang tidak efektif
berpotensi melawan keinginan masyarakat yang menghendaki kehidupan new normal.
“Masyarakat lebih takut kehilangan pekerjaan dan pendapatan
serta kelaparan daripada ancaman penularan Covid-19,” paparnya. []