SWARAKYAT.COM - Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 masih menjadi polemik serta menuai pro dan kontra. Pasalnya, tidak sedikit pihak yang mengusulkan agar Pilkada 2020 ditunda saja. Sebab Pilkada dituding dapat memunculkan klaster baru covid-19.
Pendakwah Hilmi Firdausi ikut buka suara terkait hal ini.
Lewat jejaring Twitternya, Kamis (24/9/2020), ia bertaya atas dalil apa Pilkada
masih tetap dilanjutkan di tengah situasi pandemi seperti sekarang ini.
Padahal, ibadah haji yang hukumnya wajib saja bisa ditunda.
Pun begitu dengan Salat Jumat yang boleh ditiadakan apabila sangat beresiko.
"Ibadah haji yang wajib saja bisa ditunda. Sholat
Jum'at yang wajib pun bisa ditiadakan jika sangat beresiko," kata Hilmi.
"Lalu dalil apalagi yang bisa digunakan untuk meneruskan Pilkada di tengah situasi seperti ini?" tanyanya.
Cuitan Ustaz Hilmi membuka ruang diskusi. Sejumlah warganet
yang ikut berkomentar mencoba untuk mengemukakan pandangan mereka. Sebagian
sepakat dengan pernyataan pendakwah ini.
"Betul sekali, mereka gak mikirin nyawa manusia,"
ujar @Izmm*****.
"Hasrat politik dan hasrat ingin segera menjabat, Tadz.
Jadi sebagus apapun nasehat yang diberikan gak akan didengar," timpal
@wawa******.
Pilkada Serentak Tetap 9 Desember 2020
Mencermati seluruh tahapan yang sudah dan sedang berlangsung
masih sesuai sebagaimana yang telah direncanakan dan situasi yang masih
terkendali, maka Komisi II DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri, Ketua KPU RI,
Ketua Bawaslu RI dan Ketua DKPP RI menyepakati pelaksanaan Pilkada Serentak
2020 tetap dilangsungkan pada tanggal 9 Desember 2020 dengan penegakan disiplin
dan sanksi hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan Covid-19.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli
Kurnia Tandjung dalam kesimpulan Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat antara
Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri, Ketua KPU RI, Ketua Bawaslu RI
dan Ketua DKPP RI, di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/9/2020).
"Dalam rangka mengantisipasi penyebaran Covid-19 dan
terjadinya pelanggaran protokol kesehatan Covid 19, Komisi II DPR RI meminta
KPU RI untuk segera merevisi PKPU Nomor 10 tahun 2020 tentang perubahan atas
PKPU Nomor 6 tahun 2020 tentang pelaksanaan Pilkada dalam kondisi bencana non
alam," ucap politisi Fraksi Partai Golkar itu
Khususnya ditekankan pada pengaturan, untuk melarang
pertemuan yang melibatkan massa banyak dan atau kerumunan seperti rapat umum,
konser, arak-arakan, dan lain-lain.
Selain itu juga untuk mendorong terjadinya kampanye melalui media
daring. Juga mewajibkan penggunaan masker, hand sanitizer, sabun, dan alat
pelindung kesehatan lainnya sebagai media kampanye.
Penegakan disiplin dan sanksi hukum yang tegas sesuai dengan
UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati
dan Wakil Bupati, dan atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Disamping itu juga
untuk pengaturan tata cara pemungutan suara, khususnya untuk pemilih yang
berusia rentan terhadap Covid-19. Serta untuk pengaturan rekapitulasi hasil
pemungutan suara melalui e-rekap.
"Berdasarkan penjelasan Menteri Dalam Negeri, KPU,
Bawaslu dan DKPP tentang rumusan dan langkah-langkah penegakan disiplin dan
sanksi hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 selama tahapan
penyelenggaraan Pilkada 2020, Komisi II DPR RI meminta agar kelompok kerja yang
telah dibentuk bersama antara Bawaslu, KPU, DKPP, Kemendagri, TNI, Satuan Tugas
Covid-19, Kejaksaan dan Kepolisian diintensifkan terutama dalam tahapan yang
berpotensi terjadinya pelanggaran," paparnya.