SWARAKYAT.COM - Ucapan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri agar "anak muda kita jangan dimanja" menjadi polemik. Sejumlah politikus PDI Perjuangan menjelaskan latar belakang serta makna sesungguhnya pernyataan tersebut supaya publik tidak salah memahami.
Adanya penjelasan dari politikus PDI Perjuangan mengenai
makna pernyataan Megawati dikomentari oleh Wakil Sekretaris Jenderal Majelis
Ulama Indonesia Tengku Zulkarnain dengan kritik.
"Kalau untuk menyampaikan pesan sederhana saja
ujarannya perlu dijelaskan lagi sana sini, bagaimana bisa diharapkan
menyampaikan pesan yang sedikit rumit? Milenial itu fokus study bukan
kerja," kata Tengku melalui akun media sosial.
Komentar Tengku memantik tanggapan dari sejumlah netizen. Di
antara netizen ada yang mencoba menganalisisnya dari sisi komunikasi dengan
menggunakan teori. Dia katakan, efektif tidaknya penyampaian suatu pesan sangat
tergantung pada faktor: komunikator, alat transmisi, komunikan (penerima
pesan). "Nah, pesan "jangan manjakan miinial" kemarin tuh...
faktor apanya yang tak beres ya?"
Sementara sejumlah netizen menanggapi polemik tersebut
secara tidak serius. Misalnya, diusulkan supaya Megawati diundang menjadi
pembicara di acara talkshow Indonesia Lawyers Club atau Mata Najwa untuk
didengarkan pendapatnya.
"Sekali-sekali dong Bu Mega diundang ke ILC, tapi harus
hadir loh ya!" kata salah satu warganet. Sementara warganet yang lain
mengusulkan di Mata Najwa saja yang lebih seru.
Ketika Megawati Soekarnoputri mengatakan supaya generasi
milenial tidak dimanjakan, pesan sesungguhnya dari ucapan tersebut untuk
mengingatkan para pemuda bahwa mereka adalah penentu masa depan bangsa. Hal itu
dikatakan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
Menurut Hasto pesan Megawati mengandung semangat dari sosok
seorang ibu pejuang yang terus memikirkan masa depan Indonesia.
“Ibu Mega berpesan bahwa pemuda penentu masa depan bangsa,
harus dilihat kekinian, bagaimana para pemuda-pemudi Indonesia menggembleng
diri dan kesemuanya digerakkan oleh semangat untuk membawa kemajuan bagi
Indonesia Raya. Dengan demikian inti sari peringatan Sumpah Pemuda adalah
bagaimana para pemuda-pemudi Indonesia saat ini, dalam seluruh alam pikir dan
alam rasanya, sudah memikirkan perbuatan terbaik bagi masa depan bangsanya,”
ujar Hasto dalam pernyataan tertulis.
Memahami pernyataan Megawati, kata Hasto, mesti dengan
perspektif sekarang. Jika saat ini bangsa Indonesia memiliki kaum muda yang
hebat-hebat, akan lebih optimistis menatap masa depan.
“Kunci dari kemajuan bangsa adalah pendidikan dan
kebudayaan. Semua dijalankan dengan penuh semangat, dengan energi juang kaum
muda yang menyala-nyala,” kata Hasto.
PDI Perjuangan menegaskan bahwa hidup dalam perjuangan
kepartaian itu diisi dengan perjuangan.
“Menjadi kader muda Partai harus menjadi kader pembelajar
dengan kedepankan sikap kenegarawanan, artinya berjuang bagi kemajuan peradaban
bangsanya sebagai sikap hidup dan ditempatkan di atas kepentingan pribadi atau
golongan,” kata Hasto.
"Dalam seluruh rekam jejak kehadiran pemimpin di PDI
Perjuangan, sejak Bung Karno, Bu Mega, Pak Jokowi, hingga saat ini seperti Mas
Prananda Kepala Situation Room, Mbak Puan Ketua DPR, Ganjar Jateng, Bu Risma
Surabaya, Azwar Anas Banyuwangi, Hendi Semarang, Eka Tabanan, hingga Gus Mis,
Adian, Putra Nababan, dan begitu banyak tokoh muda lainnya yang sekarang
menjadi pimpinan Partai, pimpinan dewan dan juga calon kepala daerah, semua
menunjukkan tradisi yang sama, menggembleng diri dan kemampuan menjemput tugas
panggilan sejarah."
PDI Perjuangan, kata Hasto, mengajarkan pada setiap kader
muda untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, bangga dengan jati diri
kebudayaan bangsa, dan punya vision terhadap arah masa depan bangsa, serta
jadikan semangat juang (geist), tekad juang (will), dan perbuatan bagi
kepentingan umum, bangsa dan negara (daad) sebagai elemen penting yang harus
dimiliki kaum muda.
"Sebab tidak ada pemimpin lahir tanpa gemblengan hidup
dan kehidupan,” kata Hasto.