SWARAKYAT.COM - Ibu Kota Thailand, Bangkok, Lumpuh dikuasai oleh para pendemo. Arus transportasi dikabarkan terhenti ketika massa pendemo tumplek blek menggaungkan protes anti-pemerintah yang berkelanjutan selama tiga hari berturut-turut.
Melansir laman SCMP, Sabtu (17/10) para pengunjuk rasa
pro-demokrasi menguasai jalanan kota dan mengusung simbol tiga jari selama
unjuk rasa anti-pemerintah di Bangkok.
Para demonstran telah mencontoh aksi protes Hong Kong,
menjaga pergerakan mereka tetap lancar dan membendung aksi polisi anti huru
hara dengan payung.
“Transportasi lumpuh di seluruh pusat Bangkok ketika ribuan
demonstran pro-demokrasi berkumpul untuk hari ketiga berturut-turut dan
mengabaikan undang-undang darurat setelah aksi Jumat malam yang rusuh sehingga
memaksa polisi anti huru hara menggunakan meriam air ke para pengunjuk rasa di
ibu kota Thailand.” lansir SCMP.
Sistem kereta api dan metro BTS Bangkok ditutup di seluruh
kota ketika pengunjuk rasa berkumpul di beberapa lokasi, memblokir beberapa
persimpangan untuk menarik polisi.
“Setiap orang adalah pemimpin hari ini,” kata Moss, 23,
mengacu pada unjuk rasa tanpa pemimpin hari Sabtu setelah puluhan pemimpin aksi
ditangkap minggu ini.
“Kami mencoba mengadakan aksi unjuk rasa di sejumlah
persimpangan utama Bangkok sehingga kekuatan polisi terpecah,” tambahnya.
Para pengunjuk rasa – banyak yang masih duduk di bangku
sekolah menengah – menyerukan pengunduran diri PM Thailand Prayuth Chan-ocha
dari pemerintahan, serta menyeru adanya konstitusi baru dan reformasi monarki.
Protes sebagian besar berlangsung damai dengan bentrokan
kecil antara polisi anti huru hara dan demonstran di garis depan.
Mantan panglima militer Prayuth Chan-ocha yang kini memimpin
Thailand setelah merebut kekuasaan dalam kudeta 2014 dan sejak itu berubah
menjadi pemimpin sipil, mengatakan dia tidak akan mundur dan memperingatkan
para pengunjuk rasa tentang konsekuensi serius jika mereka terus menentang yang
“keras”.
Dia mengancam adanya dekrit darurat yang melarang pertemuan
publik lebih dari lima orang dan melarang penyebaran berita yang dianggap
mengancam keamanan nasional.[]