SWARAKYAT.COM - Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati memberikan beberapa catatan kritis mengenai kelemahan UU Cipta Kerja dalam membantu ekonomi Indonesia pulih setelah tertekan pandemi Covid-19.
“Omnibus Law UU Cipta Kerja memiliki beberapa titik kelemahan. Pertama, kelemahan itu berawal dari minimnya penjelasan tentang arah RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Pemerintah menyebut ‘perbaikan iklim investasi’ namun tidak menerangkan secara detail bagaimana RUU ini berjalan memperbaiki roda perekonomian Indonesia,” ucapnya melalui keterangan tertulis.
Kedua, lanjut Anis Byarwati, Pemerintah mengganggap UU Cipta
Kerja diperlukan untuk menstimulus perekonomian nasional yang terhempas krisis
apalagi di tengah pandemi Covid-19.
Namun menurut Anis Byarwati yang juga Anggota Komisi XI DPR
RI ini, perlambatan ekonomi Indonesia saat ini tidak bisa diselesaikan dengan
hanya regulasi karena permasalahan ekonomi Indonesia terletak kepada hal yang
lebih mendasar (fundamental).
"Diantara permasalahan ekonomi Indonesia yang mendasar adalah
produktivitas tenaga kerja kita yang masih rendah. Menurut laporan Indeks
Kompetisi Global yang dirilis di World Economic Forum (WEF) pada tahun lalu,
kemampuan pekerja Indonesia berada di peringkat ke 65 dari 141 negara dengan
skor 64,” terang legislator DPR RI daerah pemilihan DKI Jakarta tersebut.
Peringkat ini, Anis Byarwati kalah dari negara tetangga
seperti Malaysia yang berada di peringkat ke 30 dengan skor 72.5, walaupun kita
masih unggul dari Thailand dan Vietnam yang berada di peringkat 73 dan 93.
“Sementara UU Cipta Kerja hanya fokus untuk menghasilkan
lapangan kerja baru bukan untuk meningkatkan produktivitas pekerja. Berdasarkan
data ini, RUU Cipta Kerja tidak menjawab permasalahan,” kata anggota DPR RI
itu.
Ketiga, tambah Anis Byarwati, UU Cipta Kerja hanya menyentuh
problem ekonomi struktural negara dengan fokus utama untuk mempermudah
investasi, dan melonggarkan regulasi ketenagakerjaan bukan ke arah ekonomi
fundamental, atau hal yang mendasar.
“Sedangkan saat ini, problem ekonomi di Indonesia masih
bersifat fundamental (mendasar) seperti yang sudah dijelaskan di atas yaitu
tentang produktivitas pekerja,” jelas Anis Byarwati.
Untuk itu, jika pemerintah gagal mengatasi permasalahan
fundamental ini, menurutnya ekonomi Indonesia tidak akan bangkit dari stagnasi.
Keempat, UU Cipta Kerja dimaksudkan untuk mempermudah
investasi.
“Tetapi dengan meletakkan prioritas pada isu
ketenagakerjaan, ini adalah diagnosis yang keliru,” tegas Anis Byarwati.
Sebab mengutip data World Economic Forum, permasalahan utama
yang menghambat investasi di Indonesia adalah korupsi dan ketidakpastian hukum
yang melingkupinya.
Riset WEF menunjukkan terdapat 16 faktor yang menjadi
penghalang iklim investasi di Indonesia dan korupsi menjadi kendala utama.
Indonesia saat ini berada di urutan ke-85 dari 180 negara di Indeks Persepsi
Korupsi Perception Index 2019 yang di rilis oleh Transparency International.
“Dengan memperhatikan poin-poin diatas, agaknya kita tidak
bisa berharap Omnibus Law akan menjadi solusi terhadap permasalahan ekonomi
Indonesia di tengah pandemi COVID-19,” tegas Doktor Ekonomi Islam lulusan
Universitas Airlangga ini.