SWARAKYAT.COM - Narasi TV yang dikomandani Najwa Shihab baru-baru ini merilis para pelaku pembakar halte Sarinah di demo Omnibus Law pada 8 Oktober 2020 lalu. Para pelaku diketahui mengenakan pakaian serba hitam, yang diketahui berkelompok, alias lebih dari satu orang.
Di dalam video investigasi tersebut, disebutkan bagaimana
proses investigasi berlangsung. Pelaku pembakar Halte Sarinah disebut mula-mula
datang dari arah Jalan Sunda secara berkelompok saat aksi mulai panas di
perempatan Sarinah.
Mereka sempat berfoto-foto dan melakukan pengamatan. Secara
terencana, para pelaku kemudian berpencar untuk membakar Halte TransJakarta.
Namun menariknya, dari foto-foto yang disebar Narasi di saluran Youtube-nya,
tak ada yang mirip dengan empat pelaku pembakar halte Sarinah, yang diduga
Polisi sebelumnya.
Terkait hal ini Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon
pun angkat suara. Menurut dia, dari video kompilasi tersebut terlihat jelas
bahwa pelaku pembakar Halte Sarinah seperti operasi yang terorganisir.
Hal ini, kata dia, disitat RMOL, pernah diulas dalam Channel
YouTube pribadi Fadli Zon. “Dari video kompilasi ini kelihatan operasi
pembakaran halte terorganisir. Harus waspada terhadap agent provocateur seperti
saya unggah di youtube channel saya,” kata Fadli Zon dalam cuitan akun Twitter
pribadinya @fadlizon, Kamis 29 Oktober 2020.
Apa itu agen provokator?
Dalam video berdurasi 3 menit 20 detik yang diposting pada
12 Oktober 2020 itu, Fadli Zon mengungkapkan bahwa dalam setiap aksi
demonstrasi termasuk pada kasus pembakar Halte Sarinah selalu ada penyusup yang
melakukan infiltrasi.
Para penyusup itu lazim dalam dunia intelejen disebut “agent
provocateur” atau agen provokator.
Agen provokator ini adalah sebuah istilah yang sudah klasik
ada di dalam dunia intelejen yaitu penyusupan, infiltrasi, kepada sebuah
protes, demonstrasi, dan di dalamnya orang-orang yang melakukan infiltrasi
penyusupan itu kemudian melakukan tindakan-tindakan ilegal yang tidak
direncanakan oleh para demonstran yang ingin damai.
Fadli Zon menambahkan, selain tindakan ilegal atau
perusakan, seringkali diikuti dengan opini mendiskreditkan atau upaya untuk
membunuh karakter dari demonstran atau kegiatan demonstrasi itu secara
keseluruhan.
“Dan juga bisa diikuti juga oleh penangkapan-penangkapan
(demonstran),” kata Fadli Zon.
Menurutnya, infiltrasi ini adalah sebuah teori dan praktik
yang sangat klasik dilakukan ratusan bahkan ribuan tahun, di dalam praktik
untuk meredam atau untuk mendiskreditkan sebuah aksi protes, unjuk rasa,
demonstrasi, atau sebuah social movement (gerakan sosial).
“Ini sudah dilakukan ribuan kali, di Amerika, Inggris, dan
dimana-mana. Termasuk saya kira juga di Indonesia,” tuturnya.
“Karena itu, di dalam melakukan protes, demonstrasi, unjuk
rasa, harus waspada terhadap yang namanya agent provocateur atau agen
provokator. Mereka adalah biasanya bisa saja memang disisipkan disitu untuk
melakukan tindakan-tindakan provokasi yang memancing kemudian sesuatu tindakan
yang merusak vandalisme atau membakar seperti terjadi beberapa waktu yang
lalu,” kata Fadli Zon.