SWARAKYAT.COM - DPR dan pemerintah menggelar rapat hingga tengah malam, Sabtu (3/10/2020). Agenda rapat adalah pengambilan Keputusan Tingkat I omnibus law RUU Cipta Kerja.
Kedua pihak menyetujui RUU Cipta Kerja bisa disahkan sebagai
Undang-Undang (UU) pada Rapat Paripurna DPR RI selanjutnya, yakni pada Kamis 8
Oktober 2020.
"RUU Cipta Kerja disetujui untuk pengambilan keputusan
di tingkat selanjutnya," kata Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Atgas yang
memimpin rapat kerja.
Pada rapat kerja tersebut, hanya dua fraksi yang menolak RUU
Cipta Kerja untuk disahkan. Kedua fraksi itu adalah Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
dan Fraksi Partai Demokrat.
Sedang tujuh fraksi mendukung RUU Cipta Kerja tersebut
disahkan, yakni Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai
Golkar, Gerindra, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat
Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
"Tujuh fraksi menerima dan dua menolak, tapi pintu
komunikasi tetap dibuka hingga Rapat Paripurna," lanjut Supratman.
Sikap PKS
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak membawa
Rancangan Undang Undangan (RUU) Cipta Kerja ke Rapat Paripurna untuk disetujui
menjadi UU. Penolakan itu disampaikan dalam rapat badan legislasi (Baleg) DPR
dengan pemerintah tadi malam.
Anggota Baleg DPR Fraksi PKS, Ledia Hanifa Amalia, yang
mewakili Fraksi PKS menyatakan arah dan jangkauan pengaturan dari RUU Cipta
Kerja telah berdampak terhadap lebih dari 78 undang-undang.
"Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menyadari bahwa
substansi pengaturan yang terdapat dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja
memiliki implikasi yang luas terhadap praktik kenegaraan dan pemerintahan di
Indonesia sehingga diperlukan pertimbangan yang mendalam apakah aspek formil
dan materil dari undang-undang tersebut sejalan dengan koridor politik hukum
kebangsaan yang kita sepakati bersama," ujar Ledia, Sabtu (3/10/2020).
Anggota Komisi X DPR ini menambahkan ada beberapa catatan
Fraksi PKS DPR. Pertama Fraksi PKS memandang pembahasan RUU Cipta Kerja pada
masa pandemi Covid 19 ini menyebabkan terbatasnya akses dan partisipasi
masyarakat dalam memberikan masukan, koreksi dan penyempurnaan terhadap RUU Cipta
Kerja.
"Banyaknya materi muatan dalam RUU ini semestinya
disikapi dengan kecermatan dan kehati-hatian. Pembahasan Daftar Inventarisasi
Masalah (DIM) yang tidak runtut dalam waktu yang pendek menyebabkan ketidak
optimalan dalam pembahasan. Padahal Undang-undang ini akan memberikan dampak
luas bagi banyak orang, bagi bangsa ini," kata Ledia.
Berikutnya, secara substansi Fraksi PKS menilai sejumlah
ketentuan dalam RUU Cipta Kerja masih memuat substansi yang bertentangan dengan
politik hukum kebangsaan yang telah disepakati pascaamandemen konstitusi.
Ketentuan-ketentuan yang ditolak dalam RUU Cipta Kerja.
"Ancaman terhadap kedaulatan negara melalui pemberian
kemudahan kepada pihak asing. Termasuk juga ancaman terhadap kedaulatan pangan
kita, RUU Cipta Kerja memuat substansi pengaturan yang berpotensi menimbulkan
kerugian terhap tenagakerja atau buruh melalui perubahan beberapa ketentuan
yang lebih menguntungkan pengusaha. Terutama pada pengaturan tentang kontrak
kerja, upah dan pesangon," tuturnya.
"Berdasarkan pertimbangan tersebut, dengan memohon
taufik Allah SWT dan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, kami Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera (F-PKS) menyatakan menolak Rancangan Undang-Undang Cipta
Kerja untuk ditetapkan sebagai UU," kata Ledia mengakhiri pandangan mini
Fraksi PKS terhadap RUU Omnibus Law.
Sikap Demokrat
Hal senada disampaikan anggota Fraksi Partai Demokrat Hinca
Panjaitan. "Fraksi Demokrat menyatakan menolak pembahasan RUU Cipta Kerja
ini. Fraksi Demokrat menilai banyak hal yang harus dibahas kembali secara lebih
mendalam dan komprehensif, tidak perlu terburu-buru," ujar Hinca.
Dia mengatakan, pembahasan RUU Cipta Kerja sejak awal cacat
prosedur. Dia mengatakan, RUU Cipta Kerja berpotensi memberangus hak-hak
pekerja. Maka itu, dia meminta pemerintah dan DPR kembali membahas RUU Cipta
Kerja secara mendalam dengan melibatkan para pihak yang berkepentingan.
(Sumber: Kompas, Sindonews)