SWARAKYAT.COM - Seorang dosen Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar berinisial AM menjadi korban salah tangkap dan pemukulan oleh oknum polisi. Ia menjadi korban pemukulan oknum polisi saat aksi unjuk rasa tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja pada 8 Oktober 2020 lalu.
Korban AM menjelaskan kronologi kejadian itu berawal saat
dirinya berada di depan salah satu minimarket di Jalan Urip Sumoharjo, Kota
Makassar. Ia berada di lokasi itu hendak menuju ke tempat print yang berada di
depan Kampus Universitas Bosowa.
Tapi karena kondisi unjuk rasa saat itu memanas, dirinya
terjebak. Tiba-tiba polisi datang dan menangkap semua yang diduga terlibat
dalam aksi unjuk rasa itu.
Polisi yang melihatnya berada di dekat minimarket langsung
menarik dan menyeret korban hingga beberapa kali jatuh akibat pukulan yang
dilayangkan oleh oknum polisi. Meski sempat mengeluarkan identitas dan
mengatakan seorang dosen.
"Saat itu saya mundur mendekat ke minimarket dan saya
tidak lari, karena saya tidak terlibat dalam aksi itu. Saya keluarkan KTP dan
bilang bahwa saya adalah dosen. Tapi tetap dibawa," ungkapnya saat
menggelar Konferensi Pers di Kantor Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi
Manusia Indonesia (PHBI) Sulsel, Minggu (11/10/2020).
Tidak hanya kekerasan fisik yang korban alami, ia bercerita
bahwa saat di mobil oknum polisi juga melontarkan kekerasan verbal yang membawa
nama profesinya sebagai seorang dosen yang ia nilai tidak pantas dilontarkan
oleh oknum penegak hukum seperti polisi.
Sementara itu, Kadiv Advokasi dan Bantuan Hukum PBHI Sulsel
Syamsul Marlin akan melaporkan dan mengawal kasus salah tangkap dan pemukulan
korban AM saat aksi penolakan Omnibus Law berapa hari lalu.
"Kasus ini kita akan laporkan ke Polda Sulsel besok,dan
bukan hanya di Polda Sulsel saja, Kompolnas dan HAM kasus ini kami laporkan
juga," ucapnya. (*)