SWARAKYAT.COM - MENTERI Keuangan Sri Mulyani menyatakan mayoritas utang negara kini bukan dari asing, melainkan dari dalam negeri. Posisi utang asing di Indonesia saat ini sudah di bawah 30 persen.
Hal ini disampaikan oleh Sri Mulyani saat menjadi juri dalam
final lomba debat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara virtual,
Senin (26/10). (CNN Indonesia).
Apa maksud Sri Mulyani mengatakan demikian? Karena kalau
omongannya ini benar, maka keuangan Indonesia saat ini sangat membahayakan.
Indonesia terjerat dalam utang sangat besar di tengah pandemi Covid-19.
Karena menurut data Bank Indoneisa (BI) utang luar negeri
Indonesia pada Q2 tahun 2019 lalu senilai 408,593 miliar dolar AS. Jadi kalau
yang dimaksud utang luar negeri yang ini, maka utang Indonesia mencapai
1.361,976 miliar dolar AS. Ini adalah utang yang sangat besar. Dalam rupiah
berarti nilainya mencapai Rp 20 ribu triliun.
Jadi utang pemerintah dan swasta termasuk BUMN nilainya
sudah mencapai 120 persen GDP Indonesia. Ini keadaan yang mengerikan sekali. Di
tengah kebangkrutan yang dialami swata dan BUMN, pada saat yang sama harus
menanggung utang segunung. Jika swasta dan BUMN tidak bisa bayar maka ujung
ujungnya ini akan jadi tanggung jawab negara seperti KLBI dan BLBI.
Jika yang dimaksud sri Mulyani adalah utang pemerintah saja
dari luar negeri hanya 30 persen dari total utang pemerintah, maka jika diukur
berdasarkan data BI yang menyatakan bahwa utang luar negeri pemerintah sampai
dengan Q2 2020 mencapai 200,24 miliar dolar AS, maka utang pemerintah secara
keseluruhan atau 100 persennya baik dari dalam dan luar negeri mencapai Rp 9666
triliun (kurs 14.500/dolar AS). Luar biasa hebat ini pemerintah berutang.
Pemerintah pun tak pernah mengumumkan utang sebesar itu.
Nilai utang pemerintah tersebut sudah berada pada posisi
yang membahayakan. Sudah mencapai 5 kali APBN, atau 10 kali pendapatan negara
dari pajak. Entah sampai kapan pemerintah dapat membayar utang sebesar itu.
Sampai kapan pajak dari rakyat disedot untuk membayar utang yang selama ini
tidak dikelola secara transpran.
Karena nilai utang Indonesia yang disebutkan Sri Mulyani ini
sangat besar, ada kemungkinan dia kepleset ngomong. Dugaan yang lain adalah dia
memang menyampaikan data Hoax untuk menipu publik. Lalu untuk apa menteri keuangan
menyebarkan berita bohong? Kalau benar bahwa utang luar negeri pemerintah hanya
30 persen dari total utang, maka betapa besar utang pemerintah sekarang baik ke
dalam maupun ke luar negeri. Atau memang utang sebesar itu yang ingin Dia buat
semasa pandemi ini?
Jika benar utang pemerintah sebesar itu, bagaimana nasib
dana haji, dana Jamsostek, dana taspen, dana asabri, dan dana perusahaan
asuransi, dana masayarakat lainnya yang dipinjam pemerintah disaat bangkrutnya
APBN sekarang? Apakah pemerintah bisa membayarnya?
Lebih mengerikan lagi adalah bagaimana nasib dana tabungan
masyarakat yang sekarang dipinjam pemerintah melalui program QE bank Indonesia,
bank Indonesia membeli surat utang pemerintah tampa lelang? Mudah mudahan Bu
Sri Mulyani bisa transparan dalam masalah ini.
Jangan kasih angin surga kepada masyarakat, namun ujungnya
negara bangkrut disita pemberi utang. Apa memang ini memang bagian dari tugas
SPG para rentenir? rmol.id
Oleh: SALAMUDDIN DAENG
(Penulis adalah pengamat ekonomi dari Asosiasi Ekonomi
Politik Indonesia (AEPI)