SWARAKYAT.COM - Para dosen yang tergabung dalam Aliansi Akademisi Menolak Omnibus Law mendukung aksi mahasiswa turun ke jalan bersama rakyat untuk berdemonstrasi menolak Undang-undang Cipta Kerja, Selasa (20/10/2020) hari ini.
Aksi hari ini juga bertepatan dengan satu tahun masa kerja
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Ma’ruf Amin.
Dosen Universitas Negeri Jakarta yang mewakili Aliansi
Akademisi Menolak Omnibus Law, Abdil Mughis Mudhoffir menyatakan, bahwa imbauan
dari Kemendikbud kepada mahasiswa untuk tidak ikut demo adalah pengekangan
kebebasan akademik dan berpendapat.
Aliansi menekankan bahwa demonstrasi adalah bentuk dari
buntunya saluran kritik yang telah dilakukan oleh rakyat melalui berbagai
kertas kebijakan, karya ilmiah, maupun opini di media.
“Demonstrasi dijamin oleh konstitusi, imbauan ini
bertentangan dengan Prinsip-Prinsip Surabaya untuk Kebebasan Akademik (2017),
khususnya prinsip empat dan prinsip lima,” kata Abdil Mughis.
Prinsip keempat itu berbunyi, insan akademis harus bebas
dari pembatasan dan pendisiplinan dalam rangka mengembangkan budaya akademik
yang bertanggung jawab dan memiliki integritas keilmuan untuk kemanusiaan.
Dan prinsip lima berbunyi otoritas publik memiliki kewajiban
untuk menghargai dan melindungi serta memastikan langkah-langkah untuk menjamin
kebebasan akademik.
Secara institusional, perguruan tinggi memiliki otonomi
dalam menjalankan fungsi tridarma perguruan tinggi dan karena itu seharusnya bebas
dari segala bentuk intervensi politik.
“Dengan otonominya, tanggung jawab perguruan tinggi dalam
memproduksi dan mendiseminasikan pengetahuan hanya kepada kebenaran, bukan pada
penguasa,” tegasnya.
Aliansi juga menilai imbauan Kemendikbud kepada dosen agar
tidak memprovokasi mahasiswa demo adalah bentuk intervensi terhadap
independensi dosen sebagai akademisi yang hanya tegak pada kebenaran.
“Tanpa diprovokasi oleh dosen, mahasiswa telah menjadi aktor
terdepan yang menyuarakan kebenaran bersama buruh, petani, nelayan, kaum miskin
kota dan kelompok-kelompok sosial lainnya yang menjadi korban kesewenangan
penguasa,” ucapnya.
Imbauan Kemendikbud juga tidak berdasar sebab kegiatan
politik yang melibatkan massa banyak seperti Pilkada Serentak 2020 tetap
diperbolehkan berjalan, kenapa demo tidak.
Oleh sebab itu, Aliansi meminta Kemendikbud mencabut surat
imbauan itu, mengajak seluruh rektor perguruan tinggi untuk menolak imbauan itu
dan mendukung aksi demonstrasi yang tertib dan damai serta patuh protokol
kesehatan Covid-19.
“Ini dilakukan guna menentang kesewenangan kekuasaan yang
beraliansi dengan pengusaha melalui pembentukan paket UU bermasalah, terutama
UU Cipta Kerja,” pungkasnya.
Diketahui, gelombang demonstrasi menolak Omnibus Law
Undang-Undang Cipta Kerja akan kembali ke Istana Negara, Jakarta Pusat pada
Selasa (20/10/2020), diprediksi jumlah massa akan lebih banyak mengingat hari
ini bertepatan dengan satu tahun kerja Presiden Joko Widodo dan Wapres Ma’ruf
Amin.
Sedikitnya lima ribu mahasiswa dari Aliansi Badan Eksekutif
Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menyatakan siap turun aksi ke jalanan
menuntut Jokowi membatalkan UU Cipta Kerja melalui Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undangan (Perppu).
Mahasiswa menilai Perppu adalah jalan terbaik untuk
membatalkan UU sapu jagat tersebut, sebab judicial review di Mahkamah
Konstitusi dinilai sia-sia.
“Kami tetap menyampaikan Mosi Tidak Percaya kepada
pemerintah dan wakil rakyat yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat,” tegas
Koordinator Aliansi BEM SI, Remy Hastian.
Selain mahasiswa, ribuan massa kaum buruh dari Gerakan Buruh
Bersama Rakyat GEBRAK dan Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) juga akan
melakukan demo menuju Istana Negara.