SWARAKYAT.COM - DKI Jakarta meraih juara tingkat dunia Sustainable Transportation Award (STA) 2021 terkait layanan transportasi berkelanjutan yang diberikan oleh The Institute for Transportation Development Policy (ITDP) yang berbasis New York, Amerika Serikat. Gubernur Anies Baswedan pun bersyukur atas pencapaian tersebut.
Namun, Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gilbert Simanjuntak, menilai, penghargaan yang diterima Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI itu merupakan hasil kinerja sejak para gubernur sebelumnya dan pemerintah pusat.
***
Sontak klaim PDIP ini jadi tertawaan warganet. Lantaran
jejak digital menunjukkan hasil kerja Gubernur sebelum Anies di bidang
Transportasi yang paling fenomenal adalah bus-bus TransJakarta yang
terbengkalai dan jadi monumen sampah.
"PDIP memang gak punya Otak, dengki dan iri , jika
melihat keberhasilan ARB...bila dia blg keberhasilan Gubernur sblmnya, Org PDIP
MATANYA BUTA, COBA AJA TUH LIHAT HASIL KERJA GUBERNUR SEBELUMNYA....BUS
TRANSJAKARTA JADI BESI TUA....UANG NYA DI KORUPSI...DASAR ORANG
DUNGU....!" komen netizen @Latief Abdullah di fb.
Bus Terbengkalai di Bogor Pengadaan Bermasalah Era
Jokowi-Ahok
Ratusan bus Transjakarta yang terbengkalai di lahan kosong
di Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menjadi sorotan. Kepala Dinas
Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, mengungkapkan bus itu ternyata bagian
dari pengadaan tahun 2013 yang bermasalah.
Saat itu, Pemprov DKI dipimpin oleh Joko Widodo-Basuki
Tjahaja Purnama yang resmi menjabat pimpin DKI Jakarta sejak 15 Oktober
2012.
"Itu adalah bagian yang pengadaan 2013,” kata Syafrin
Liputo saat dihubungi, Minggu, (28/7/2019).
Syafrin merinci, pada tahun 2013 itu Pemprov DKI punya
proyek pengadaan bus TransJ melalui 4 penyedia. Namun, dalam perjalanannya
pengadaan itu bermasalah karena tersandung korupsi.
Kejagung lalu menetapkan tersangka di antaranya mantan
Kepala Dinas Perhubungan, Udar Pristono yang akhirnya divonis 5 tahun penjara.
Kemudian dua bawahan Udar, Drajad Adhyaksa dan Setyo Tuhu, divonis 5 dan 4
tahun penjara.
Padahal, saat itu Pemprov sudah memberi uang muka Rp 110,2
miliar (20%).