SWARAKYAT.COM - Dua belas kabupaten/kota sudah merampungkan daftar pemilih. Tercatat jumlah pemilik hak suara 3.390.233.
Pemilih terbanyak di Makassar. Totalnya 901.087 jiwa.
Perempuan tercatat 464.467. Sisanya laki-laki.
Dibandingkan data Pemilu Legislatif dan Pilpres 2019, jumlah
itu berkurang 66.503 jiwa. Pada Pemilu dan Pilpres, DPT Makassar berjumlah
967.590.
Apa yang terjadi? Koordinator Divis Data dan Informasi KPU
Sulsel, Uslimin mengungkap penyebabnya. Selain banyak yang pindah domisili dan
faktor Covid-19, ada faktor dominan.
Uslimin mengungkap, pada pemilu sebelumnya, ada 100.645 nama
yang sempat masuk dalam daftar pemilih. Setelah ditelusuri, ternyata mereka
bukan penduduk Kota Makassar.
Pada Pilwalkot 2020, data-data seperti itu sudah
dibersihkan. Makanya, DPT berkurang jauh. Banyaknya "data kotor"
terbukti dengan partisipasi pada pemilu dan pilpres yang tidak sampai 60
persen.
"Sekarang DPT Makassar relatif lebih bersih dan bisa
dipertanggungjawabkan," ujar Uslimin dalam konferensi pers secara virtual,
Senin sore (19/10/2020).
Konferensi pers itu dipandu Kabag program, Data, SDM, dan
Parmas KPU Sulsel, Ismail Masse. Uslimin memaparkan proses pemutakhiran data
pemilih hingga penetapan DPT.
Proses pemutakhiran data pemilih melibatkan 9.762 PPDP.
Rapat pleno penetapan di 12 kabupaten/kota berlangsung 12-16 Oktober 2020.
Total jumlah TPS pada pilkada serentak di Sulsel mencapai
9.768. Tersebar pada 162 kecamatan dan 1.485 desa atau kelurahan atau lembang.
Ada penambahan empat TPS di Makassar. Menyusul surat edaran
KPU RI yang membolehkan TPS khusus di lapas dan rutan dengan minimal 30 warga
binaan yang memiliki hak suara.
Dalam satu TPS, diatur maksimal 500 pemilih. Namun, di
beberapa daerah, jumlah pemilih per TPS ada yang rata-rata 285 orang. Itu demi
memudahkan pemilih menggunakan hak suaranya.
Bagaimana dengan warga yang tidak masuk DPT? "Kalau
punya KTP-el atau sudah melakukan perekaman, bisa dilayani sebagai pemilih
tambahan. Kalau tidak punya KTP, susah dilayani hak pilihnya," kata
Uslimin.
Sementara pemilih yang sakit pada hari pencoblosan tetap
akan difasilitasi. KPU akan berkoordinas dengan rumah sakit, klinik, dan
fasilitas kesehatan lainnya yang merawat inap pasien.
"Pemilih yang sedang di rumah sakit akan dijamin hak
suaranya. Akan seperti apa perlakuannya? Kami masih menunggu datanya dulu.
Kalau orang sakit, updating-nya sampai hari H," jelas mantan pemimpin
redaksi Harian FAJAR ini.
Tak hanya pasien yang menjalani rawat inap. KPU juga akan
mendata pasien Covid-19 yang sementara menjalani isolasi mandiri. Jika mereka
masuk DPT, maka mereka dijamin untuk menggunakan hak konstitusinya.