Hal ini dibahas dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam tvOne
yang mengangkat tema ‘Gaduh baliho HRS pun mereda’. Ada empat narasumber yang
dihadirkan yaitu Wakil Sekretaris Umum DPP FPI Azis Yanuar, anggota DPR dari
Fraksi PKS Nasir Jamil, politikus PKPI Teddy Gusnaidi, dan politikus PDIP
Kapitra Ampera.
Awal diskusi dimulai dengan pernyataan Azis Yanuar yang
menanggapi banjir karangan bunga di Kodam Jaya sebagai dukungan untuk Pangdam
Jaya Mayjen Dudung Abdurachman. Bagi Azis, karangan bunga biasa saja tak
mempresentasikan.
“Kemarin HRS disambut jutaan enggak ada apa-apanya dengan
karangan bunga, jadi kita mah biasa saja. Waktu Ahok juga gitu, dikasih
karangan bunga,” kata Azis dikutip VIVA pada Rabu, 25 November 2020.
Azis menjelaskan banyak baliho HRS yang terpasang di berbagai
daerah karena bentuk kecintaan masyarakat terhadap Imam Besar FPI itu sebagai
tokoh agama. Kata dia, ajakan revolusi akhlak ala HRS dan imbauan soal amar
ma’ruf dan nahi munkar didengar masyarakat.
Teddy Gusnadi yang dapat giliran bicara pun menyerang Azis.
Ia menganggap penjelasan kuasa hukum FPI tersebut soal kecintaan masyarakat
terhadap HRS adalah sampah.
Ia menuding FPI juga kebakaran jenggot menyikapi baliho HRS
yang marak diturunkan aparat TNI. Hal ini yang kemudian ada persepsi seolah peran
TNI dikerdilkan.
Azis meresponsnya dengan membantah dan menertawakan
pernyataan Teddy.
Perdebatan panas dimulai saat Nasir Jamil yang dapat
kesempatan bicara. Ia meminta Teddy jangan menuduh ada pihak yang mengkerdilkan
TNI. Jika ada, maka pihak itu harus dilawan.
“Karena TNI itu lahir dari rahim rakyat. Jadi, jangan mudah
kita menunjuk seolah-olah polanya ingin mengkerdilkan TNI,” kata Nasir.
Nasir ingin mengarahkan diskusi dengan memakai data aturan
tentang pelibatan tugas TNI. Ia menekankan masyarakat perlu dapat penjelasan
alasan baliho HRS dicopotin aparat TNI.
Menurut Nasir, hal ini mesti merujuk pasal 4 ayat 2 dan
pasal 9 ayat 1 TAP MPR Nomor 7 Tahun 2000 tentang tugas perbantuan TNI dalam
menjaga keamanan.
Mendengar penjelasan Nasir, Kapitra langsung memotongnya. Ia
menyebut Nasir tak paham UU. “Enggak ngerti UU ini Nasir,” kata Kapitra.
Menurut Kapitra, Nasir dan elite PKS sebagai pihak yang
selalu memanas-manasi situasi. Ia meminta agar Nasir paham apa yang
disampaikannya.
Nasir pun menjawab dengan membantah tudingan Kapitra.
“Oh tidak, saya tak mencari-cari begitu. Situasi keamanan seperti
apa sehingga kemudian TNI membantu,” ujar Nasir.
“Anda paham apa yang anda omongkan,” kata Kapitra.
“Justru anda yang tak paham, makanya anda langsung
nyerocos,” timpal Nasir.
Terjadi debat panas, pembawa acara pun menengahi keduanya.
Nasir meminta pembawa acara masih diberi kesempatan berbicara karena
penjelasannya dipotong Kapitra.
Dia menjelaskan merujuk Tap MPR Nomor 7 Tahun 2000, ada
tugas TNI membantu keamanan jika diminta polisi. Begitu juga pasal 9 ayat 1
yaitu polisi juga bisa membantu TNI dalam keadaan darurat.
“Nah, pertanyaannya publik ingin tahu dalam situasi keamanan
seperti apa sehingga kemudian TNI menurunkan baliho itu, Sebenarnya tak ada
masalah, harus ada penjelasan,” tutur Nasir.
Apalagi Nasir menyinggung pemberitaan bahwa Kapuspen TNI
membantah Panglima TNI memerintahkan pencopotan baliho HRS di Jakarta. Menurut
dia, informasi yang jelas dibutuhkan masyarakat.
Kapitra langsung menyergah penjelasan Nasir. Ia menyinggung
Nasir selaku anggota DPR yang mestinya memberikan kontribusi yang tepat tanpa
perlu menunggangi.
“Seharusnya anda sebagai wakil masyarakat, anda cari tahu,
ngapain anda duduk-duduk di DPR. Anda jangan berada dalam situasi yang
menunggangi,” tutur Kapitra.
Nasir yang tertawa pun memotong omongan Kapitra. Jika yang
dimaksud Kapitra adalah tugas negara.
“Negara yang melaksanakan, negara dong yang memberitahu,”
kata Nasir.
“Enggak bisa begitu, sebagai anggota dewan harusnya mencari
tahu dan jelaskan ke masyarakat,” ujar Kapitra.
“Eh, itu tugas negara, kawan,” kata Nasir menjawab Kapitra.
Kapitra masih terus bicara agar Nasir selaku anggota DPR
memberikan informasi kepada masyarakat ada yang keliru soal baliho HRS.
“Sumbu anda pendek, Kapitra. Sumbu anda masih pendek,” ujar
Nasir seraya tertawa.
Mendengar omongan Nasir, Kapitra meminta belajar lagi agar
paham ilmu ketatanegaraan.