Dari proses pemilihannya, MUI memutuskan untuk memilih KH
Miftachul Akhyar sebagai ketua umum (ketum) baru periode 2020-2025,
menggantikan KH Ma'ruf Amin.
Lantas, seperti apa sosok Ketum MUI yang baru tersebut?
1. Lahir di lingkungan pondok pesantren
KH Miftachul Akhyar atau akrab disapa Kiai Miftah lahir di
Surabaya, Jawa Timur, 1 Januari 1953. Ia merupakan anak ke-9 dari 13
bersaudara. Sejak kecil, ia tinggal di lingkungan pondok pesantren. Di mana
sang ayah yakni KH Abdul Ghoni, adalah seorang pengasuh di Pondok Pesantren
Tahsinul Akhlaq, Rangkah, Surabaya.
2. Jadi kader NU sejak muda
Sejak masih muda, Kiai Miftah diketahui sudah mengabdi
sebagai kader Nahdlatul Ulama (NU). Terlebih lagi, ia juga sempat menempuh
pendidikan di sejumlah pondok pesantren. Seperti di Pondok Pesantren Tambak
Beras, Pondok Pesantren Sidogiri di Jawa Timur, hingga Pondok Pesantren Lasem
di Jawa Tengah.
3. Jabat Rais Aam NU
Seiring berjalannya waktu, Kiai Miftah menjadi tokoh yang
terkenal dalam NU. Puncaknya, ia dipercaya menjadi Rais Aam atau ketua umum NU,
pada periode 2018-2020. Sebelumnya, ia juga pernah menduduki posisi lainnya di
NU. Salah satunya adalah Wakil Rais Aam PBNU pada tahun 2015.
4. Dirikan pondok pesantren
Di Surabaya, Kiai Miftah mendirikan sebuah pesantren bernama
Pondok Miftachus Sunnah. Diketahui, berdirinya pondok tersebut berawal saat
Kiai Miftah mengadakan pengajian di sekitar rumahnya. Karena jumlah santri yang
berminat untuk belajar semakin meningkat, ia kemudian memutuskan untuk
membangun sebuah pondok pesantren.
5. Dukung FPl
Kiai Miftah termasuk ulama yang mendukung keberadaan FPI.
Dalam pandangan Kiai Miftah, di tengah masyarakat yang
semakin permisif dan apatis terhadap lingkungan sekarang ini, manfaat
keberadaan FPI sangat jelas dalam memberantas kemunkaran. Sekaligus, dia (FPI)
telah mengambil alih tugas-tugas NU dalam penanganan nahi munkar.
Sebab selama ini pelaksanaan amar maruf nahi munkar masih
terasa jomplang. Belum berimbang. Semua melakukan amr maruf, sementara yang
nahi munkar hampir tidak ada, di situlah FPI mengisi kekosongan peran penting
tersebut, dan itu menguntungkan umat Islam sekaligus pemerintah.
“Tinggal disinergikan dengan aparat keamanan saja,"
tutur Kiai Miftah.
6. Jadi Saksi Sidang Ahok
Kiai Miftah jadi saksi di sidang ke-11 kasus penistaan
agama (21/2/2017). Dia bersaksi dimintai
jaksa penuntut umum di persidangan dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias
Ahok.
Dalam kesaksiannya, dia mengatakan ada indikasi penyesatan
terhadap umat Islam di pidato Ahok di Kepulauan Seribu tanggal 26 September
2016 lalu.
“Jadi itu ada arti penyesatan terhadap umat. Orang yang
sudah percaya, diajak jangan percaya terhadap ayat ini. Semula yang beriman
menjadi tidak beriman dan meyakini," kata dia di Auditorium Kementan,
Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Ia juga menilai, perkataan Ahok juga menyebabkan pelaksanaan
pilkada di Jakarta bergejolak. Ia berkata, selain Ahok, tidak ada calon kepala
daerah lain yang menggunakan isu agama untuk menjatuhkan pesaing.
"Andaikan tidak ada kejadian ini, pilkada DKI akan sama
saja dengan pilkada lainnya. Tidak ada konflik," ujarnya. []