SWARAKYAT.COM - Pengamat politik Rocky Gerung, mengungkapkan, bisa jadi pada Pilpres 2024, Jokowi akan kembali menjadi peserta tapi sebagai calon wakil presiden.
Jokowi, kata dia, dimungkinkan menjadi cawapres mendampingi
Menteri Koordinator Perekonomian sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Airlangga
Hartarto.
Hal tersebut diungkapkan Rocky ketika diundang sebagai
narasumber oleh politikus Partai Gerindra Fadli Zon dalam wawancara yang
dilansir akun YouTube Fadli Zon Official, Selasa (3/11/2020).
"Saya dengar keterangan dari seorang politisi, dari
Golkar, Nababan. Dia bilang begini. Nanti 2024, yang layak jadi presiden adalah
Airlangga. Lalu nanti wapresnya Pak jokowi," kata Rocky Gerung.
Untuk diketahui, Rocky mengutarakan hal tersebut dalam konteks
menerangkan sirkulasi elite pemimpin di Indonesia masih belum berubah, yakni
masih di lingkaran elite politik kekinian.
"Jadi, memang agak bercanda. Tapi sebetulnya kan, bawah
sadarnya kan ingin mengatakan sirkulasinya di sekitar itu saja," kata
Rocky meneruskan.
Rocky menyampaikan hal tersebut untuk menanggapi pertanyaan
Fadli Zon, yang mempersoalkan perbedaan politik Indonesia pada masa revolusi
dan era awal kemerdekaan, dengan situasi elite kontemporer.
Menurut Fadli Zon, pada era dulu, elite politik selalu
bertarung pada tataran ideologi, konsepsi filosofis. Pendek kata, politikus
zaman dulu selalu sekaligus sebagai pemikir.
Tapi kekinian, jarang ada politikus yang sekaligus pemikir,
sehingga pertarungan politik yang disajikan bisa bermutu untuk masyarakat.
"Nah, apakah ada jalan pintas untuk mengubah hal itu,
ataukah politik kita sudah terlalu dikuasai pragmatisme, bagiamana
memutusnya?" tanya Fadli Zon.
Dalam penjelasan lebih lanjutnya, Rocky menjelaskan
sirkulasi elite pemegang kekuasaan kini selalu berada di lingkaran tertentu.
Lingkaran elite itu pun dibentuk oleh sekelompok orang, bisa
jadi oligarkis atau plutokrat, tapi bukan oleh rakyat sendiri.
Sembari mengutip konsep power elite dari Gaetano Mosca
(sosiolog Italia yang fokus pada teori kelas penguasa) dan C Wright Mills
(sosiolog pragmatis AS), Rocky mengurai masalah tersebut.
"Kalau pakai istilah Mosca atau Mills, yang disebut
power elite ini kan sebetulnya bukan dipilih rakyat, tapi dipilihkan untuk
dipilih oleh rakyat. Jadi ada peternak elite sebetulnya, kita bisa sebut
oligarkis atau plutokrat segala macam," kata dia.
"Tapi itu faktanya, pemimpin tidak murni dipilih oleh
rakyat, sehingga sirkulasi itu hanya terjadi di antara mereka saja."
Menurut Rocky, belum ada kesepahaman politik untuk
memunculkan calon-calon elite baru untuk mengambilalih tampuk kekuasaan dari
elite-elite lama.
"Jadi terlihat tak ada imajinasi untuk mengatakan, oke
kita buka semacam pameran pemimpin baru dari daerah, yang muda, sehingga
'kompetisi' betul-betul dibaca oleh rakyat."
Kalau hal tersebut tidak terjadi, maka, "Kayak tadi,
kompetisi dalam elite sendiri jadinya kan. Jadi, pasar bebas politik tidak terjadi. Itulah asal-usul
kemacetan-kemacetan politik saat ini," kata dia.