Pasalnya, Ahok diseret lagi dalam kasus pembelian tanah
milik Pemprov DKI Jakarta. Pembelian tanah milik pemerintah provinsi itu
dilakukan ketika Ahok masih sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Kasus ini diungkap lagi oleh Koordinator Masyarakat Anti
Korupsi (MAKI), Boyamin Saiman. Boyamin kini bisa bernapas lega, lantaran
Gugatan Praperadilan atas Bareskrim Polri yang dilayangkan ke PN Jakarta
Selatan, akhirnya disidangkan juga.
Gugatan praperadilan tersebut diajukan oleh MAKI ke PN
Jaksel pada 13 Oktober 2020.
Sidang pembacaan permohonan sempat ditunda sebanyak dua kali
karena termohon dari Bareskrim Polri tidak hadir, yakni pada 3 November dan 16
November 2020.
Gugatan yang dimaksud, terkait perkara pembelian lahan di
Cengkareng oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Padahal, diketahui lahan itu
adalah milik Pemprov DKI.
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat itu menjadi gubernur
DKI Jakarta dan sebagai pihak yang memberikan disposisi atas pembelian lahan
ratusan miliar itu.
Sidang dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada
Senin (30/11/2020) kemarin dan dilanjukan pada Selasa (1/12/2020) hari ini.
Pada sidang pertama gugatan praperadilan penghentian
penyidikan secara materil dan tidak sahnya dalam perkara pembelian lahan
Cengkareng oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dengan beragendakan
pembacaan permohonan.
Sidang tersebut dihadiri kedua belah pihak, yakni pemohon
dari Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) dan para termohon, yakni Polda Metro Jaya,
Bareskrim Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Kejaksaan Tinggi
(Kejati) DKI.
Sidang dengan nomor perkara nomor perkara
128/Pid.Pra/2020/Pn.Jaksel itu dipimpin oleh hakim tunggal, yaitu Yusdhi.
Sedangkan materi permohonan dibacakan oleh Kurniawan Adi
Nugroho selaku kuasa hukum MAKI dan Lembaga Pengawas dan Pengawal Penegakan
Hukum Indonesia (LP3HI).
Materi permohonan yang dibacakan, terdapat 16 poin, salah
satunya adalah, hingga permohonan praperadilan aquo diajukan ke PN Jaksel,
termohon II (Bareksrim Polri) tidak menetapkan tersangka dan termohon III
(Kejati DKI) tidak segera mengajukan berkas perkara untuk dilakukan penuntutan
ke Pengadilan Tidak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Dengan berlarut-larutnya penetapan atas perkara pokok
korupsi pembelian tanah Cengkareng, sudah seharusnya diambil alih oleh termohon
IV, yakni KPK.
Namun, hal yang sama juga tidak dilakukan.
Menurut Boyamin, pihaknya mengajukan gugatan praperadilan
mangkraknya kasus penyidikan perkara pembelian lahan di Cengkareng, untuk rumah
susun (rusun) oleh Pemprov DKI Jakarta yang ditangani Bareskrim Polri.
Kasus tersebut telah bergulir sejak 2015, yakni pembelian
lahan seluas 46 hektar dengan dana sebesar Rp 668 miliar lebih pada masa
Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Bonyamin menyebut, lahan yang dibeli oleh Dinas Perumahan
dan Gedung Perkantoran Provinsi DKI Jakarta dengan dana bersumber dari APBD DKI
tersebut diduga kuat telah terjadi tindak pidana korupsi.
Dugaan korupsi ini diperkuat dengan hasil klarifikasi yang dilakukan
oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan bahwa pembayaran yang
dilakukan oleh Pemprov DKI kepada orang yang mengaku pemilih lahan
bersertifikat adalah salah.
Selain itu, PN Jakbar memutuskan pelapor yang mengaku
memiliki sertifikat atas lahan yang dibeli, tidak berhak menerima pembayaran
karena tanah tersebut sudah menjadi milik negara.
“Diduga sertifikat yang dimilikinya asli tapi palsu,” kata
Boyamin.
Berdasarkan temuan tersebut, Bareskrim Polri menelusuri
perkara tersebut dan pada 2015 penyidikan telah dilakukan dan beberapa pihak
telah diperiksa termasuk Gubernur Ahok dan wakilnya Djarot Saiful Hidayat.
Hingga 2018 perkara tersebut dilimpahkan oleh Bareskrim ke
Polda Metro Jaya.
Boyamin menilai, hingga saat ini tidak ada pergerakan
apa-apa yang dilakukan penyidik kepolisian.
“Di Polda Metro Jaya tidak ada pergerakan apa-apa, padahal
di Bareskrim sudah ada, surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kepada
Kejaksaan Agung,” kata Boyamin.
Ahok Mengaku Tak Tahu
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, saat menjadi gubernur DKI,
mengaku tak mengetahui bahwa lahan di Cengkareng Barat yang dibeli Dinas
Perumahan dan Gedung Pemda dimiliki Dinas Kelautan Perikanan dan Ketahanan
Pangan DKI Jakarta.
Pada 10 Juli 2015, Basuki mendisposisi pembelian lahan di
Cengkareng Barat tersebut. Lahan itu, dibeli dari Rudi Hartono Iskandar selaku
kuasa pemilik lahan, Toeti Noeziar Soekarno, dengan harga appraisal.
“Saya enggak tahu dong (lahan Cengkareng Barat milik Pemprov
DKI Jakarta),” kata Basuki, di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (1/7/2016).
Basuki mengatakan, seluruh surat yang masuk kepadanya akan
didisposisi sesuai aturan yang berlaku.
“Kami enggak tahu, itu kan semua prosedural. Kalau mesti
saya turun ke lapangan, kenapa ada SKPD (satuan kerja perangkat daerah) dong,”
kata Basuki.
Lahan di Cengkareng Barat itu awalnya atas nama Dinas
Kelautan Perikanan dan Ketahanan Pangan (DKPKP) DKI Jakarta.
Hanya saja, lahan itu sempat telantar. Hingga pada 2013,
sertifikat kepemilikan lahan tersebut terbit atas nama orang lain.
Selanjutnya, Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah
DKI Jakarta membeli lahan tersebut untuk pembangunan rumah susun.
Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Jakarta menganggarkan
pembelian lahan di Cengkareng Barat pada APBD 2015.
Anggaran yang disediakan untuk membeli lahan tersebut lebih
kurang Rp 600 miliar.
Adapun pengadaan lahan untuk dalam laporan hasil pemeriksaan
(LHP) BPK atas laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI 2015.