1. Orang yang mempertahankan dan memperjuangkan kebenaran
yang diyakini.
2. Orang yang berkhianat pada kaumnya, membela kaum lain
demi untuk kepentingan dirinya.
Orang pertama awalnya diajuhi, diusir dan bahkan difitnah
terkait berbagai keburukan yang tidak ia lakukan. Tapi seiring berjalannya
waktu, biasanya kebenaran yang dia genggam akan tampil ke permukaan. Semakin
terang dan lambat laun, kaumnya pun akan mengikutinya.
Itulah yang dialami oleh Baginda Nabi Muhammad-shallalahu
alaihi wa alihi wasallama. Beliau dikucilkan, dimusuhi dan bahkan akhirnya
terusir dari kampung halamannya. Tapi kemudian secara bergelombang, orang-orang
Mekkah mendatanginya ke Madinah menyampaikan dukungan.
Puncaknya ketika pada Fathu Mekkah, Rasulullah pulang
kampung. Semua orang Mekkah pun menyadari kesalahan mereka dan akhirnya
menyampaikan dukungan kepada beliau.
Sedang orang yang ke dua banyak sekali tokohnya. Para
centeng yang berkhianat kepada Negara di jaman penjajahan dulu, adalah di
antara rupanya. Para centeng ini bahkan tega menghabisi kaumnya sendiri demi
untuk mendapatkan imbalan materi atau jabatan dari Meneer yang menyewanya.
Para centeng di abad modern ini bisa menjelma dalam berbagai
bentuk. Bisa jadi ia adalah buzzer di berbagai platform media sosial. Bisa juga
ia adalah kelompok kepanduan atau anggota organisasi tertentu. Bisa juga
merupakan anggota partai politik. Bisa juga ia adalah pejabat di berbagai BUMN
ataupun Kementerian.
Lepas dari itu semua, menarik kita cermati beberapa orang
tersohor yang tidak diakui atau telah disisihkan oleh sukunya. Sebagaimana yang
dialami oleh Ade Armando yang tidak diakui lagi sebagai orang Minang. Begitu
juga dengan Denny Siregar yang akhirnya tidak akui lagi sebagai bagian dari
marga Siregar.
Hal itu dipantik karena seringnya dua orang tersebut melawan
arus kebenaran yang diyakini dan disepakati oleh (mayoritas) suku dan marganya.
Dengan kata lain, Ade Armando dan Denny Siregar lebih memilih untuk berada di
pihak yang berseberangan dengan suku atau marganya.
Ade Armando selama ini dianggap seringkali menista agama
Islam, agama yang dianut oleh (nyaris) semua orang Minang. Sehingga untuk itu
tidak ada ampun bagi dia, melainkan harus dibuang dari bagian sebagai orang
Minang.
Sedang Denny Siregar tidak diakui lagi sebagai bagian dari
marga Siregar karena dia selama ini dianggap selalu memprovokasi ummat Islam
dan selalu memojokkan santri dan ulama. Sehingga karena itulah Persatuan Marga
Siregar pun akhirnya memutuskan untuk membuang
Denny dari keanggotaan mereka.
Sepatutnya apa yang dialami oleh Denny Siregar dan Ade
Armando menjadi pelajaran bagi Mahfud MD yang sering kali berbeda posisi dan
pembelaan dengan orang Madura dan ulama Madura.
Sampai sejauh ini memang belum ada maklumat atau pernyataan
dari orang Madura, bahwa Mahfud MD tidak lagi diakui sebagai orang Madura.
Tapi kegeraman orang Madura atas banyak sikap kebangsaan
Mahfud MD yang sering berbeda dengan orang Madura, telah menimbulkan banyak
reaksi. Sebagai bagian dari orang Madura, sering bertemu dengan orang Madura,
saya sudah sering mendengar komentar buruk tentang diri seorang Mahfud MD.
Secara terbuka, saya pun setidaknya dua kali membantah
tulisan atau pernyataan dan sikap Mahfud MD yang saya anggap tidak sesuai.
Sampai sejauh ini Mahfud MD masih menikmati jabatannya
sebagai Menkopolhukam, yang (mungkin) itu adalah kompensasi dirinya yang dulu
batal dijadikan Calon Wakil Presiden.
Semakin ke sini figur seorang Mahfud MD semakin tidak
disukai orang Madura. Setidaknya yang saya kenal. Entahlah, apakah nanti Mahfud
MD akan mengalami nasib seperti Denny Siregar dan Ade Armando, ataukah orang
Madura terlalu pemaaf untuk kemudian bisa memaafkan berbagai sikap Mahfud MD
akhir-akhir ini.
(By Ustadz Abrar Rifai)