Ini merupakan edisi kesepuluh dari publikasi Transparency
Internasional untuk mengukur tingkat korupsi berdasarkan perspektif penduduk
negara-negara Asia.
Lembaga pengawas korupsi itu mengaku telah mewawancarai 20
ribu orang penduduk dari 17 negara Asia, termasuk Indonesia.
Mereka mengklaim survei yang digelar sejak Maret 2019 hingga
September 2020 ini sebagai 'survei terbesar, paling rinci untuk pandangan dan
pengalaman warga terhadap korupsi dan penyuapan di Asia'.
mereka mendapati 38 persen responden merasa korupsi
meningkat dalam 12 bulan terakhir,
32 persen responden lain merasa ada penurunan dan 28 persen
sisanya merasa tak ada perubahan kondisi korupsi dari masa lalu.
Anggota dewan dituduh menjadi yang paling korup, disusul
anggota DPRD, presiden dan perdana menteri, pejabat, serta polisi.
Para bankir justru yang dianggap paling jujur, bahkan
ketimbang pemimpin agama maupun para panglima militer.
74 persen penduduk Asia merasa korupsi adalah masalah besar,
namun 24 persen lainnya menganggap itu hal biasa.
Di sisi lain, 61 persen responden menganggap pemerintah
sudah menangani korupsi dengan baik, sedangkan 37 responden lain menganggap
sebaliknya.
Tiga negara yang dianggap kasus korupsinya paling tinggi di
Asia ialah India, Kamboja, dan Indonesia.
Persentase pengguna layanan publik yang mengaku harus
menyuap pejabat di Indonesia mencapai 30 persen dari responden survei ini.
Polisi menjadi yang paling banyak memakan uang haram
tersebut ketimbang pengadilan, urusan kependudukan, sekolah, utilitas, maupun
rumah sakit.
Untuk kasus nepotisme, Indonesia berada di peringkat kedua
setelah India. Peringkat ketiga diraih oleh Tiongkok.
36 persen responden di Indonesia mengaku harus punya kenalan
saat mengakses layanan publik.
Pengadilan menjadi yang lebih parah ketimbang urusan
kependudukan, polisi, utilitas, sekolah, dan rumah sakit.
Untuk kasus pemerkosaan aliasn pemerasan seksual, Indonesia
menjadi yang terparah di Asia daripada Sri Lanka, Thailand, dan negara-negara
lain.
18 persen responden mengaku mengalami pemerasan atau
pelecehan seksual sebagai imbalan atas akses layanan publik yang mereka
dapatkan.
Melihat situasi miris ini, Transparency International
menyarankan pemerintah Indonesia melakukan beberapa pembenahan.
Pemerintah RI harus memberdayakan warga, terbuka,
memperdalam integritas dalam proses demokrasi, mencegah suap-menyuap dan
favoritisme, membuat perlindungan dari kleptokrasi, sadari adanya pemerasan
seksual sebagai bentuk korupsi den memperkuat komisi antirasuah.