Di mana kalau lihat sejarah, hubungan TNI dan para ulama
begitu dekat, bahkan kedua pihak tersebut yang bersama-sama merumuskan
Pancasila.
"Saya tidak percaya kalau TNI memusuhi umat Islam.
Musuh TNI itu bukan Habib Rizieq dan FPi. Musuhnya TNI itu ya komunis dan itu
ada di Tap MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 Tahun 1966," kata Dipo Alam dalam
kanal Hersubeno Point di YouTube.
Dia mengingat peristiwa tsunami Aceh, 26 Desember 2004. Hari
ke-4 pascatsunami Aceh, Dipo mengunjungi kota serambi Mekah itu.
Dengan mata kepalanya sendiri, Dipo menyaksikan, yang ada di Aceh hanyalah anggota FPI bersama TNI. Mereka mengangkut ribuan mayat ke dalam truk untuk dibawa ke pemakaman.
Begitu juga mayat-mayat yang mengapung, anggota FPI dan TNI
lah yang mengangkatnya. Tidak ada pasukan lain selain orang-orang berseragam
FPI dan tentara.
"Saya enggak melihat tuh ada parpol warna merah,
kuning, hijau yang turun. Itu yang saya lihat FPI. Mereka berbondong-bondong
bersama TNI. Saya bergidik melihatnya, mereka tidak kenal lelah dan tidak takut
melihat ribuan mayat bergelimpangan,' tuturnya.
Jika kemudian sekarang dilihat seperti bermusuhan, Dipo
menegaskan, hal itu tidak seperti keadaan sesungguhnya. Sejatinya TNI itu
selalu bersama rakyat termasuk umat Islam.
Dipo berpendapat, ormas-ormas seperti FPI bersuara keras
karena melihat adanya intoleransi ekonomi. Sekarang ini, ketimpangan ekonomi
sangat nyata.
Pasukan emak-emak yang menyambut sukacita kedatangan Habib
Rizieq, kata Dipo, bukan karena masuk kelompok intoleran. Mereka datang karena
merasa ada intoleransi ekonomi.
"Pasukan emak-emak ini menyandarkan harapannya kepada
Habib Rizieq dan FPI untuk memperjuangkan keadilan ekonomi. Sebab, ada oligarki
ekonomi dari kelompok cukong-cukong yang semakin dominan pengaruhnya padahal
jumlahnya minoritas," bebernya.
Dipo Alam menambahkan, persoalan dasar bangsa saat ini bukan
masalah intoleran dari sisi agama. Melainkan intoleransi ekonomi yang gap-nya
makin besar. Bila ini tidak diselesaikan, riak-riak di bawah tidak akan
selesai. []