Juliari ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap
bantuan sosial Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek Tahun 2020. Juliari diduga
menerima fee sebesar Rp 10 ribu per paket sembako dari nilai Rp 300 ribu dengan
total fee yang sudah diterima Juliari sebesar Rp 17 miliar.
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi
Anggaran (FITRA) Misbah Hasan mengungkapkan bahwa potensi fee bansos Covid-19
bisa mencapai triliunan rupiah.
Dari hitungan FITRA, jika saat ini total belanja program
Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) bidang Perlindungan Sosial Rp 203,90 triliun,
53 persennya atau Rp 107,80 triliun dipakai untuk Bansos berupa
sembako/logistik (Jabodetabek dan Non Jabodetabek).
"Jadi kalau satu paket bansos berharga Rp 300 ribu,
artinya ada 359,3 juta paket bansos. Kalau tiap paket nilai korupsinya Rp 10
ribu, potensi dana bansos yang bisa dikorupsi bisa hingga Rp 3,59 triliun. Ini
gila," kata Misbah saat dihubungi Suara.com, Minggu (6/12/2020).
Angka ini kata Misbah bisa lebih tinggi lagi, jika harga 1
paket sembako ini lebih dari Rp 300 ribu.
"Iya, pasti fee Rp 17 milyar kan belum seluruhnya.
Makanya perlu ditelusuri lebih jauh oleh KPK. Itu pun asumsi kalau 1 paket
berharga Rp 300 ribu. Kalau satu paketnya Rp 500ribu, berarti potensi fee-nya
Rp 2,1 triliun. Ini hitungan kasar saja," paparnya.
KPK menetapkan Juliari Batubara sebagai tersangka karena
diduga menerima suap senilai sekitar Rp 17 miliar dari rekanan pengadaan bansos
Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan perkara tersebut diawali
adanya pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian
Sosial RI tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp 5,9 triliun dengan total 272
kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan dua periode.
"JPB (Juliari P Batubara)selaku Menteri Sosial menunjuk
MJS (Matheus Joko Santoso) dan AW (Adi Wahyono) sebagai Pejabat Pembuat
Komitmen) dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung
para rekanan," ungkap Firli.
Diduga disepakati adanya "fee" dari tiap-tiap
paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial
melalui MJS.
"Untuk "fee" tiap paket bansos di sepakati
oleh MJS dan AW sebesar Rp 10 ribu per paket sembako dari nilai Rp 300 ribu per
paket bansos," tambah Firli.
Selanjutnya Matheus dan Adi pada Mei sampai dengan November
2020 membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan yang
diantaranya Ardian IM, Harry Sidabuke dan juga PT Rajawali Parama Indonesia
(RPI) yang diduga milik Matheus.
"Penunjukan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut
diduga diketahui JPB dan disetujui oleh AW," ungkap Firli.
Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga
diterima "fee" Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai
oleh Matheus kepada Juliari Batubara melalui Adi dengan nilai sekitar Rp 8,2
miliar.
"Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh EK
(Eko) dan SH (Shelvy N) selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan
membayar berbagai keperluan pribadi JPB (Juliari Peter Batubara)," lanjut
Firli.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako,
terkumpul uang "fee" dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember
2020 sejumlah sekitar Rp 8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk
keperluan Juliari.
Dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Sabtu, 5 Desember di
beberapa tempat di Jakarta, petugas KPK mengamankan uang dengan jumlah sekitar
Rp 14,5 miliar dalam berbagai pecahan mata uang yaitu sekitar Rp 11, 9 miliar,
sekitar 171,085 dolar AS (setara Rp 2,420 miliar) dan sekitar 23.000 dolar Singapura
(setara Rp 243 juta).[]