Selain itu, Komisaris Chairul Anam mengatakan pihaknya
mengumpulkan banyak bukti lain, termasuk serpihan mobil. Dia juga menjelaskan
bukti dalam bentuk wawancara dengan berbagai pihak yang relevan. Ada wawancara
dengan orang Front, dengan polisi, anggota masyarakat, dll. Ada juga ‘voice
notes’ (rekaman suara) dari pihak Front.
Penjelasan Komnas masih ‘kering’ jika dilihat secara
kuantitatif. Tetapi, publik sebaiknya membaca isyarat penting dari konpers ini.
Bahwa Komnas ingin supaya 6 proyektil dan 4 selongsong peluru itu segera
menjadi ‘public domain’ (pengetahuan publik). Kedua item ini sangat kualitatif.
Tujuan Komnas menjadikan ini ‘public domain’ ialah agar
barang bukti tsb langsung dikunci (locked) di kepala masyarakat dan disimpan
oleh Komnas. Sehingga, tidak bisa lagi “ditukangi” oleh siapa pun.
Mengapa dua item ini penting sekali? Sebab, proyektil dan
selongsong peluru itu adalah pemeran utama pembunuhan KM-50. Tampaknya, Komnas
menggelar konpers yang dipercepat ini dalam rangka mengamankan kedua bukti itu.
Salah satu yang terbaca adalah bahwa Komnas boleh jadi sudah mendapatkan “clue”
(petunjuk) tentang ke arah mana nanti pengustan proyektil dan selongsong itu
akan bermuara.
Sekarang, masyarakat sudah mencatat keberadaan dua bukti
fisik tsb. Kalau nanti, misalnya, hilang, dicuri atau dirusak maka publik bisa
paham apa yang terjadi. Dan bisa pula menduga siapa yang paling berkepentingan
agar proyektil dan selongsong itu hilang atau rusak. Komnas mengatakan terhadap
kedua jenis barang bukti ini akan dilakukan uji balistik secepatnya.
Sangat taktis. Komnas HAM ‘smart’ sekali. Menggelar konpers
sedini mungkin untuk memberitahukan kepada khalayak tentang keberadaan dua
barang bukti krusial tsb.
Sekarang, kalau ada yang sangat ingin melakukan ‘upgrading’
atau ‘downgrading’ terhadap 6 proyektil dan 4 selongsong peluru itu, tentunya
diperlukan kerja keras. Kedua bukti itu ada pada posisi ‘locked’ (digembok).
28 Desember 2020
By Asyari Usman (Wartawan senior)