Konglomerat atau Taipan Djoko Tjandra yg buron 11 tahun,
merugikan negara 900 miliar, hanya dijatuhi hukuman 2 tahun, dengan alasan
usianya sudah tua.
Mau bicara apapun "keadilan hukum" saat ini hanya
membuat hati kita terluka yg sangat dalam dan pedihnya luar biasa.
Ketidakadilan itu demikian nyata, konglomerat buron hukumnya sama dengan yg
nyuri pepaya, atau yg nyuri ayamðŸ˜.
Sudahlah palu sudah diketuk, bisa apa kita sebagai rakyat
pada saat ini. Namun saya akan menulis utk anak-cucu saya, dan juga anak-cucu
teman-teman, biar tahu siapa Djoko Tjandra ini dan bagaimana nanti anak-cucu kita bersikap. Siapa tau
anak2 kita nanti menjadi pejabat negara yg bersih biar bisa mengambil kembali
apa yg jadi milik negara.
Lupakan hukuman Djoko Tjandra yg 2 tahun, saya berharap bila
pemerintahan ini suatu saat memiliki Presiden yg peduli akan aset negara, saya
berharap Djoko Tjandra yg licin seperti belut dan selalu berkubang dg para
politikus utk mengangkangi aset strategis ini dipreteli asetnya saja, karena
diantara aset-aset yg dimiliki yg mencapai belasan triliun itu, banyak yang
tanah-tanahnya adalah milik negara.
Pemilik Mulia Grup ini bersama Setya Novanto (politikus
Golkar) disebut sebut sebagai "Joker" dari kasus cessie Bank Bali,
hingga bukan saja bank yg sehat itu rontok, tapi negara juga dirugikan ratusan miliar di kala itu (kalau
ikut dolar sekarang sudah triliunan).
Dalam bisnis di era zaman Orba, Djoko Tjandra ini terkenal
dng mudah menggunakan tanah-tanah negara, karena dia dekat dengan petinggi
Golkar kala itu, termasuk dekat dengan anak-anak Pak Harto, terutama Mas Bambang Tri yg kala itu
Bendahara Golkar.
Berkat kedekatan dengan petinggi Golkar, partai yg berkuasa
di saat Orba, dan juga keluarga Cendana,
ia sampai disebut sebagai "pemilik" BRI di jaman Orba.
Kala itu gedung BRI dimana saja pasti dia yg membangun dan
tanah-tanah strategis milik BRI dibangunnya menjadi gedung-gedung perkantoran
dengan nama Mulia Tower. Singkatnya banyak aset BRI ( BUMN) ada di dalam
genggam Djoko Tjandra dengan alasan kerjasama.
Yg paling mencolok sebetulnya saat "merebut"
Lapangan Tembak (aset negara) yg diubah menjadi HOTEL MULIA. Jadi kalau Anda ke Jakarta dan Anda lihat hotel
megah yg suka dipakai mantu orang kaya di Jakarta dan sering dipakai meeting
anggota DPR termasuk utk lobi-lobi, tanah yg digunakan itu tanah negara! Kemana
lapangan tembaknya? Di pindah ke sebelahnya!
Nah 11-12 dengan Hotel Mulia, Angrek Mall yg dekat dengan
kantor Golkar di Slipi Jakarta Barat itu
merupakan mal milik Djoko Tjandra dan diduga tanahnya juga tanah negara.
Sejumlah aset yang saat ini diduga masih dimiliki Djoko
Tjandra antara lain: Hotel Mulia di Senayan dan di Nusa Dua Bali, Mall Taman
Anggrek, Perumahan Mulia Intiland, Pabrik Keramik dan Kaca merek Mulia, Mulia
Tower dll masih ada sekitar 41 perusahaan.
Kalau nulis sejarah aset konglomerat /Taipan saya bisa
berjilid-jilid nih, karena Alhamdulillah 4 tahun saya pernah menjadi wartawan
ekonomi dan khusus belajar konglomerasi di Indonesia, dan setelah tdk jadi
wartawan saya pernah jadi eksekutif di perusahaan konglomerat, kemudian
terakhir pernah punya perusahaan bekerjasama dengan konglomerat.
Jadi Insyallah saya khatam mana saja aset negara saja yg
dicaplok konglomerat. Mengapa mereka bisa mencaplok? Ya karena negara ini siapa
yg menjadi Presiden sampai jadi Bupati kan para konglomerat atau Taipan ini yg
menentukan. Politik di Indonesia itu dalam genggaman para konglomerat.
Saya pernah diskusi dengan Pak Prabowo, dan saya cerita apa
saja dan dimana saja aset negara yg
masih dikangkangi konglomerat, Pak Prabowo sampai melongo. Waktu itu saya
bilang, "kalau Bapak jadi Presiden, dan bapak berani, tolong buat Lembaga
utk menarik kembali atau menyusuri aset-aset negara (tanah2 strategis) yg kini
dikuasai para Taipan di Segitiga Emas Jakarta (Thamrin-Sudirman-Kuningan). Itu
dulu saja, nanti kalau sukses segitiga kita tarik yg lain Pak!".
Saya tegaskan pada Pak Prabowo, kalau tanah-tanah negara itu
bisa kita tarik kembali dari penguasaan konglomerat, maka hutang kita Insyallah
bisa langsung 0 persen, karena harga tanah di Segitiga Mas itu per meternya sudah 100 juta lebih.
"Itu baru segitiga emas Jakarta Pak, belum bicara Jakarta secara
keseluruhan, apalagi Indonesia," ujar saya yg kala itu disambut antusias
oleh Pak Prabowo.
Pak Prabowo pun langsung setuju dengan usul saya utk dibuat
Lembaga semacam KPK, dimana tugasnya utk menelisik kembali aset negara utk
kemudian menarik tanah-tanah yg dikuasi konglomerat yg dulu alibinya
bekerjasama dengan negara (Setneg) secara BOT (build on transfer), tukar guling
(padahal yg ditukarkan ke negara gak sepadan), dan alibi2 lain.
Percaya deh, kalau kita berhasil tarik aset negara termasuk
aset BUMN, aset TNI/Polri yg sekarang dikuasai konglomerat, Indonesia mungkin
akan jadi negara terkaya di dunia, minimal di Asia!
Memang para konglo/taipan itu punya tanah di Indonesia? Lha
wong nenek moyang mereka dari sononya! Bahkan di antara mereka ada yg tdk lahir
di Idonesia.
Bisa jadi karena saya termasuk "kompor" gas paling
kenceng dalam hal penarikan aset konglomerat itu, jadi saya termasuk yg paling
dikriminalisasi dan difitnah saat saya menjadi Tim Pemenangan Pak Prabowo.
Ingat prens apa yg gak bisa dibeli oleh para konglo, termasuk hukum pun itu
kecil semua bisa diduitin oleh para Konglo.
Jadi kalau saya sih lupakan hukum 2 tahun utk Djoko Tjandra,
yg paling tepat itu nanti pada saat ada
pemimpin yg berani (entah kapan), miskinkan dia, tarik aset-aset negara
yg ada dalam genggamannya! Itu lebih menyakitkan dari pada dia dipenjara. Di
penjara juga bukan rahasia umum, masih bebas "merdeka" kok. Masak
bisa bebas merdeka 11 tahun dalam status buron, gak bisa "bebas"
dalam 2 tahun?
(Naniek S Deyang)