Pertanyaan Andi Arief mengerucut pada sosok yang oleh
artikel itu disebut sebagai “Anak Pak Lurah”.
“Benarkah Gibran ‘Anak Pak Lurah’?” ujarnya bertanya-tanya
di akun Twitter pribadi, Minggu (20/12).
Kepada redaksi, Andi arief mengurai bahwa laporan Majalah Tempo tidak hanya mengulas fee Rp 10 ribu yang dikutip Juliari Batubara dari bantuan sosial (bansos) Covid-19 saat menjadi Menteri Sosial.
Juliari, sambung Andi Arief, juga disebut meminta kutipan
sebesar 10 hingga 20 persen dari nilai pengadaan paket bansos. Alasannya,
paket-paket itu ada pemiliknya, yakni politikus dan pejabat pemerintah.
“Untuk pengadaan goodie bag diserahkan ke Sritex atas
rekomendasi dari Gibran. ‘Itu jatah anak Pak Lurah,’ kata sumber Tempo di
Kemensos,” jelas Andi Arief kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu.
Di dalam akun Twitter-nya, Andi Arief menjelaskan bahwa selain
“Anak Pak Lurah” minta jatah pengadaan goodie bag, Juliari Batubara juga
disebut menyewa jet pribadi menyambangi kantong-kantong PDIP.
“Termasuk bertemu dengan staf Puan menyerahkan tas berisi
miliaran. Upeti bansos untuk Tim Banteng,” sambungnya.
Menurutnya, jika benar Gibran berada dalam skema bancakan
pengadaan bansos tersebut, maka Presiden Joko WIdodo bergerak.
“Walikota Goodie Bag. Pak Jokowi semestinya tahu apa yang
sekarang harus dia lakukan,” tekannya.
Dalam artikel ini, sumber yang dihubungi Majalah Tempo
menyebut bahwa masuknya nama Sritex merupakan rekomendasi putra Presiden Joko
Widodo, Gibran Rakabuming Raka. Hanya saja penyebutan untuk Gibran disamarkan
oleh sumber itu dengan kode “Anak Pak Lurah”.
Oleh Tempo, kode “Pak Lurah” disebut mengacu ke Jokowi.
Berikut petikan dalam majalah tersebut:
“Menurut dua anggota Staf tersebut, masuknya nama Sritex
merupakan rekomendasi putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka. ‘Itu
bagian anak Pak Lurah,’ tutur seorang di antaranya. Sebutan ‘Pak Lurah’ mengacu
pada Jokowi.
Akhir April lalu, Juliari Batubara menyatakan telah mengajak
perusahaan yang berbasis di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, itu memproduksi
tas”.
Sementara menanggapi pemberitaan ini, politisi PDIP Deddy
Sitorus mempertanyakan data yang diperoleh Tempo. Sebab seharusnya, data yang didapat
itu menjadi dokumen hukum yang seharusnya dibuka di pengadilan.
“Tempo tahu dari mana? Terserah mereka lah.Nnanti di tingkat
pengadilan, kalau tidak benar nanti kita sue (tuntut) Tempo-nya,” ujarnya
kepada redaksi sesaat lalu.