Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan,
Abdul Halim, ragu akan rekam jejak Trenggono yang bisa memunculkan konflik
kepentingan.
"Penunjukannya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan
berisiko, mengingat ada dugaan dia terlibat dalam ekspor benih lobster,"
kata dia kepada Tempo, Rabu (23/12/2020).
Seperti diketahui, ekspor benih lobster menyeret Edhy Prabowo
sebagai pesakitan. Dia diduga menerima suap dari penerbitan izin ekspor dan
penunjukan perusahaan ekspedisi pengirim benih. Sampai saat ini Edhy masih
ditahan oleh KPK dan menunggu persidangan.
Di luar kasus Edhy, nama Trenggono muncul sebagai pengurus
sebuah perusahaan yang mendapat izin ekspor benih lobster. Dia tercatat sebagai
Komisaris Utama PT Agro Industri Nasional, perusahaan eksportir benih yang
sahamnya dikantongi Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan, yayasan di
bawah pembinaan Kementerian Pertahanan. Tapi Trenggono menyatakan dirinya
adalah pejabat ex officio yang mewakili Kementerian Pertahanan. Menurut dia,
jika tak ada jabatan wakil menteri, kursi komisaris utama perusahaan itu
diserahkan kepada sekretaris jenderal.
Menurut pakar perikanan lulusan Institut Pertanian Bogor
(IPB), Suhana, untuk membuktikan integritasnya sebagai menteri yang
pro-kelestarian sektor perikanan, Trenggono harus berani menghentikan ekspor
benur. "Fokus saja pada pengembangan hatchery lobster supaya pasokan benih
tidak lagi bergantung pada alam," kata dia.
Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan
(Kiara), Susan Herawati, ragu akan kemampuan Trenggono menyelesaikan tugasnya
lantaran dinilai minim pengalaman di bidang perikanan dan kelautan. Dia
menyatakan penunjukan Trenggono lebih pada pertimbangan politik.
"Seharusnya Menteri Kelautan dan Perikanan tidak berasal dari pengusaha
ataupun politikus agar kasus abuse of power yang sebelumnya terjadi tidak
terulang," kata Susan.
Raja Menara
Sebagai pengusaha, Trenggono sebenarnya memiliki rekam jejak
panjang di bidang manufaktur dan telekomunikasi. Lulusan Institut Teknologi
Bandung (ITB) itu pernah bekerja di salah satu perusahaan di bawah grup Astra
International sebelum kemudian mendirikan sejumlah perusahaan, antara lain PT
Solusindo Kreasi Pratama dan PT Indonesian Tower.
Majalah Tempo edisi 17 November 2014 menyebutkan perusahaan
Trenggono mengambil alih 2.500 menara telekomunikasi dari PT Indosat. Trenggono
juga memiliki andil dalam penjualan anak usaha Telkom, PT Dayamitra
Telekomunikasi (Mitratel), kepada PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. Karena
itu dia dijuluki “raja menara”.
Di ranah politik, Trenggono bergabung dengan Partai Amanat
Nasional (PAN) sebagai bendahara pada 2010. Tapi, dalam pemilihan presiden
2014, dia malah mendukung pencalonan Joko Widodo-Jusuf Kalla melalui Satuan
Tugas Khusus Kantor Transisi Jokowi-JK bersama putra Megawati Soekarnoputri,
Prananda Prabowo. Padahal, saat itu, Ketua Umum PAN Hatta Rajasa menjadi calon
wakil presiden berpasangan dengan Prabowo Subianto. Trenggono kembali mendukung
Jokowi pada 2019 dengan menjadi Bendahara Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf
Amin.
Trenggono mengaku terkejut ketika ditunjuk sebagai Menteri
Kelautan dan Perikanan menggantikan kader Partai Gerindra. Dia menyatakan tugas
barunya itu tak mudah dan berkomitmen untuk belajar serta mengevaluasi sejumlah
kebijakan. “Termasuk untuk budi daya dan tentu tidak melupakan aspek lingkungan
yang berkesinambungan," kata dia, kemarin.
(Sumber: Koran TEMPO, gambar: KompasTV)