Menurutnya, kesalahan prosedur tampak jelas karena aparat
kepolisian justru menembak mati enam laskar yang harusnya jadi sumber
informasi.
“Teroris saja tidak bisa ditembak mati tanpa prosedur yang
jelas dan terukur. Apalagi ini yang bukan teroris. Mestinya kan dilumpuhkan
saja untuk kemudian digali informasinya,” kata Natalius Pigai dalam kanal Refly
Harun di YouTube.
Mantan penyelidik di Komnas HAM periode 2012-2017 ini
menambahkan, atas kesalahan prosedur itu mestinya ada tindakan cepat dari
petinggi Polri untuk meredam masalah tersebut agar tidak makin panas. Misalnya
dengan demosi mutasi pejabat di Polda Metro Jaya.
Dari pengamatan Natalius Pigai, tindakan aparat kepolisian
dikendalikan oleh satu komando.
Komando ini bukan hanya dari kepolisian tetapi bisa juga
dari luar kepolisian.
“Saya yakin, Kapolri tahu siapa komandonya. Agar tidak
meluas, Kapolri harus melakukan langkah meredam masalah ini salah satunya
demosi mutasi pejabat kepolisian yang menangani kasus ini,” imbaunya.
Selain itu, lanjut Natalius Pigai, Menko Polhukam Mahfud MD
jangan hanya diam.
Jangan hanya mengkritisi orang kecil yang mencari keadilan,
umat Islam yang ingin mendapatkan keadilan, orang-orang Papua yang menuntut
keadilan.
Dia bahkan menuding mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu terlalu banyak gimmick.
Namun, tidak tahu secara teknis bagaimana tata kelola
bernegara, mengelola pertahanan dan keamanan.
“Saya mengkritisi Pak Mahfud mengkritisi. Mungkin sudah 1000 gimmick yang dia buat dan saya bisa buktikan,” tegasnya.
Dia menambahkan, seorang pejabat negara yang digaji dari
uang rakyat tidak boleh bicara gimmick. Jabatan itu harusnya menjadi alat
membela kemanusiaan.
“Pejabat itu harus jujur, adil, dan bukan malah menebar
gimmick. Siapa suruh mau jadi pejabat kalau tidak mau membela kepentingan
rakyat,” tandanya.