Setelah menyebut Abubakar Ba'asyir, Gus Nur, Habib Bahar
Smith, maka menyatakan pula Habib Rizieq Shihab yang tidak dikriminalisasi
tetapi diproses hukum karena melanggar aturan pidana.
Menurut pak Menko, Habib Rizieq Shihab itu ditahan dan
diproses karena melanggar kerumunan di Petamburan dan Mega Mendung. Murni
pelanggaran hukum.
Semua sudah memahami bahwa HRS sejak rencana kepulangan
hingga pulangnya ke tanah air menjadi "target politik". Bahkan
dikuntit dan diduga terjadinya peristiwa Km 50 targetnya adalah HRS, namun yang
kemudian terbunuh justru 6 anggota laskar pengawalnya. Peristiwa politik.
HRS ditahan jelas-jelas kriminalisasi. Fahamkah Mahfudz soal
kriminalisasi ? Tentu bukan semata adanya aturan hukum yang mengancam
perbuatannya, karena jika hanya hal
itu maka bisa dibuat dengan mudah. Hukum
yang menjadi alat kekuasaan itulah kriminalisasi.
Ada tiga ciri kriminalisasi yaitu diskriminasi, perdebatan
kategori, dan pasal yang dicari-cari.
Pertama, terjadi diskriminasi penegakan hukum dimana
kerumunan walimahan pernikahan puteri HRS dan maulid Nabi di Mega Mendung
dimasalahkan secara kriminal, sedangkan kerumunan Pilkada yang terjadi
dimana-mana termasuk yang melibatkan Gibran Putera Presiden dan Bobby menantu
Presiden, aman-aman saja tanpa ancaman delik. Begitu pula dengan kerumunan KH
Luthfi Yahya Watimpres dan Menag baru Yaqut Kholil Qaumas.
Kedua, perdebatan kategori apakah kerumunan itu perbuatan
kriminal atau bukan. Belum ada kesepakatan. Hal ini berkaitan dengan UU
Kekarantinaan Kesehatan yang mengatur pemidanaan untuk pelanggaran
"Karantina" bukan "PSBB" Akibat pilihan adalah PSBB maka
kerumunan tidak dapat dipidana. Sanksi hanya berlaku terhadap aturan yang
dibuat Pemerintah Daerah. HRS sudah dihukum denda 50 Juta.
Ketiga, pasal yang dicari-cari. Awal diterapkan Pasal 93 UU
No. 6 tahun 2008 Tentang Kekarantinaan
Kesehatan. Karena multi tafsir tentang pemidanaan atas PSBB, maka muncul pasal
"menghasut" Pasal 160 KUHP Jo Pasal 216 KUHP. Ini pasal yang
dicari-cari agar dapat dilakukan penahanan karena sanksi di atas 5 tahun.
Bagaimana bisa membawa kerumunan "Walimahan" dan "Maulidan"
itu akibat dari penghasutan ? Tanpa ada perbuatan lanjutan yang bersifat pidana.
Dengan diskriminasi, ketidakjelasan kategori, dan pasal yang
dicari-cari, maka jelaslah bahwa kasus HRS adalah kriminalisasi.
Pak Mahfud sebagai Guru Besar Hukum sepatutnya faham bahwa
terjadinya tindak pidana itu bukan sekedar menyimpulkan asal ada ancaman hukum.
Faham paling kuno dalam filsafat hukum adalah "terompet
undang-undang". Memastikan terjadinya perbuatan melawan hukum sebelum
putusan Hakim adalah bentuk kriminalisasi. Asas praduga tak bersalah merupakan
pelajaran paling dasar bagi mahasiswa yang baru memulai belajar ilmu hukum.
Jujur dan berlakulah adil dalam menetapkan sesuatu yang berkaitan dengan perbuatan
melawan hukum, jangan karena kebencian atau ketidaksukaan menyebabkan kita
berbuat tidak jujur dan tidak adil. Menipu diri sendiri dan membohongi hati
nurani.
Prof Mahfud MD yang sering menempatkan diri sebagai
cendekiawan muslim, bahkan mungkin mubaligh, pasti ingat ayat Allah SWT dalam
Qur'an Surat Al Maidah 8 yang berbunyi :
"Wahai orang yang beriman, jadilah kamu penegak
keadilan karena Allah, menjadi saksi atas keadilan. Dan janganlah kebencianmu
terhadap suatu kaum menyebabkan kamu tidak berlaku adil. Berlaku adilah. Karena
adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya
Allah akan mengabarkan apa-apa yang kamu kerjakan".
Bandung, 28 Desember 2020
Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)