Ia mengaku menyisihkan uang beasiswanya untuk mengoleksi
kitab untuk perpustakaan pesantrennya.
"Ini kitab-kitab saya beli. Ini ada puluhan ribu judul.
Ini saya kumpulkan dari semenjak saya sekolah. Dulu saya sekolah dapat
beasiswa. Setiap bulan, saya pakai separoh buat keluarga, separoh lagi buat
beli kitab. Sampai terkumpul sekarang ini, puluhan ribu judul," katanya,
dalam video yang diunggah akun YouTube Front TV, Rabu (23/12/2020).
Habib Rizieq mengaku, kitab koleksi masih banyak di Mekkah
dan sempat terbawa. Namun ia menegaskan bahwa seluruh koleksi kitabnya itu
bukan untuk dirinya pribadi maupun keluarganya, melainkan untuk para santrinya.
"Dan saat ini di Mekkah masih ada 207 karton belum
kebawa. Untuk apa? Kitab-kitab ini bukan untuk saya pribadi. Bukan untuk anak
saya. Bukan untuk cucu saya. Tapi untuk umat di pondok pesantren Markaz
Syariah. Sehingga siapapun boleh baca," katanya.
"Jadi kalau sudah saya sampaikan begini, tidak ada yang
boleh jual. Saya pribadi gak boleh jual, anak saya gak boleh jual, istri saya
gak boleh jual. Karena semua ini wakaf untuk umat," ia menambahkan.
Terancam Digusur
Persoalan lahan Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz
Syariah di Desa Kuta, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat,
ternyata sudah jauh-jauh hari dipikirkan oleh Habib Rizieq Shihab, bahkan
sebelum PTPN VIII melayangkan surat somasi pertama dan terakhir, tertanggal 18
Desember 2020.
Saat hadir ke ponpes tersebut beberapa waktu lalu sepulang
dari Arab Saudi, Habib Rizieq Shihab menjelaskan panjang lebar tentang status
lahan tersebut.
"Pesanten ini beberapa tahun terakhir mau diganggu. Mau
gusur ini pesantren. Mau usir ini pesantren. Mau tutup ini pesantren. Dan
menyebar fitnah, katanya, pesantren ini nyerobot tanah negara," katanya.
Habib Rizieq tak memungkiri bahwa sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) lahan tersebut memang milik PTPN VIII. Namun, lahan tersebut sudah dibiarkan oleh PTPN VIII selama 30 tahun lebih.
"Nah ini perlu saya luruskan. Tanah ini, sertifikat
HGU-nya atas nama PTPN. Salah satu BUMN. Betul. Itu tidak boleh kita pungkiri.
Tapi tanah ini sudah 30 tahun lebih digarap masyarakat. Tidak pernah lagi
diurus PTPN. Catat itu, Saudara! HGU, bukan hak milik! HGU itu Hak Guna
Usaha," katanya.
Habib Rizieq pun mengacu pada UU Agraria dan UU HGU, di mana
masyarakat boleh membuat sertifikat jika sudah menggarap lahan tersebut selama
20 tahun.
"Ingin saya garisbawahi ada UU Agraria. Di dalam UU
Agraria disebutkan, bahwa kalau lahan kosong atau terlantar, digarap oleh
masyarakat lebih dari 20 tahun, maka masyarakat berhak untuk buat sertifikat.
Ini bukan 20 tahun lagi. Sudah lebih dari 30 tahun. Kedua, UU tentang HGU. Di
situ disebutkan, sertifikat HGU tidak bisa diperpanjang atau dibatalkan jika
lahan itu ditelantarkan oleh pemilik HGU. Atau, si pemilik HGU tidak menguasai
secara fisik lahan tersebut," katanya.
Habib Rizieq pun menjelaskan perihal bagaimana ia bisa
mendirikan pesantren di lahan tersebut. Ia mengaku membayar lahan tersebut
kepada para petani setempat.
"Kami bayar ke petani, bukan merampas, Saudara. Saya
tanya, ada yang mau jual lahan? Saya mau bangun pondok pesantren di sini.
Petaninya rame-rame datang, 'Habib bayarin tanah kami, Bib, kalau buat
pesantren. Datanglah mereka membawa surat. Ditandatangani lurah, ada
tandatangan RT dan RW. Tanah itu semua ada suratnya. Bukan merampas,"
katanya.
Habib Rizieq menegaskan bahwa semua surat jual beli lahan
tersebut ia kumpulkan. Bahkan ia juga sudah melaporkan pembelian lahan tersebut
kepada para pejabat, mulai dari camat hingga gubernur.
"Semua surat jual belinya saya kumpulkan. Petani-petani
tersebut saya minta KTP-nya, saya foto waktu terima duitnya. Gak sampai di
situ, bahkan setelah serah terima, saya laporkan ke camat, saya laporkan ke
bupati. Setelah bupati saya lapor ke gubernur. Gubernur bikin
rekomendasi," katanya.
Habib Rizieq juga meluruskan bahwa semua lahan tersebut
bukan miliknya pribadi maupun keturunannya, melainkan untuk kepentingan
orang-orang di wilayah pesantren tersebut.
"80 hektare sudah dikuasai oleh Markaz Syariah. Tidak
ada sejengkal pun milik pribadi. Ini wakaf untuk umat," katanya.
Tak Akan Tinggal Diam
Kepada para santrinya, Habib Rizieq menyerukan perlawanan
bila sampai mereka digusur tanpa diberi ganti rugi oleh negara.
"Jangan seenaknya main rampas-rampas aja. Diam atau lawan? Diam atau lawan? Diam atau lawan?" serunya, yang disambut 'Lawan!' oleh para santrinya.
"Negara kalau mau ambil, silakan ambil tanah kalian.
Tapi rakyat wajib untuk diberikan ganti ruginya," sambung Habib Rizieq.
Habib Rizieq mengklaim bahwa tanah tempat pesantrennya
berdiri sudah ia beli secara resmi. Karenanya, jika akan mengambil tanah
tersebut, ia minta negara mengembalikan uang yang telah dibayarkan.
Uang itu nantinya akan dipakai untuk membeli lahan di tempat
lain untuk mendirikan kembali pesantren yang sama.
"Mau diambil silakan, tapi tolong kembalikan semua uang
yang telah dikeluarkan oleh umat, supaya uang tersebut bisa dipakai untuk
membeli tanah lain untuk membangun (pesantren) yang sama," katanya.
Habib Rizieq menyampaikan bahwa pada tahun 2017, PTPN VIII
didatangi oleh sejumlah oknum yang mengaku dari Polda Jawa Barat, dan dipaksa
untuk membuat laporan bahwa dirinya telah merampas tanah tersebut.
"Mereka minta PTPN untuk membuat laporan seolah-olah
kita merampas tanah. Beberapa warga dipaksa untuk bikin laporan atau jadi saksi
seolah-olah saya ini merampas tanah mereka," katanya.
Sebelumnya beredar surat somasi dari PTPN VIII yang
ditujukan kepada Pimpinan Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah di
Megamendung, Bogor.
Surat tersebut diunggah akun Twitter @dgmbkXIV, Rabu, 23
Desember 2020.
Berikut isi lengkap surat tersebut.
Sehubungan dengan adanya permasalahan penguasaan fisik tanah
HGU PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Gunung Mas seluas +/- 30,91 Ha yang
terletak di Desa Kuta, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat oleh
Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah sejak tahun 2013 tanpa ijin
dan persetujuan dari PTPN VIII kami tegaskan bahwa lahan yang Saudara kuasai
tersebut merupakan aset PTPN VIII berdasarkan sertifikat HGU Nomor 299 tanggal
4 Juli 2008.
Tindakan Saudara tersebut merupakan tindak pidana
penggelapan hak atas barang tidak bergerak, larangan pemakaian tanah tanpa izin
yang berhak atau kuasanya dan atau pemindahan sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 385 KUHP, Perpu No 51 Tahun 1960 dan pasal 480 KUHP.
Berdasarkan hal tersebut, dengan ini kami memberikan
kesempatan terakhir serta memperingatkan Saudara untuk segera menyerahkan lahan
tersebut kepada PTPN VIII selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja terhitung
sejak diterima surat ini. Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja
terhitung sejak diterima surat ini Saudara tidak menindaklanjuti maka kami akan
melaporkan ke Kepolisian cq. Polda Jawa Barat. (*)