Turki sejatinya sudah memiliki hubungan diplomatik dengan
Israel. Tapi, hubungan diplomatik kedua negara berada di titik nadir, setelah
Turki mengusir Duta Besar Israel di Ankara pada 2018, sebagai respon atas aksi
keras Tel Aviv terhadap demonstran di Gaza, yang menewaskan 60 warga Palestina.
Israel kemudian merespon dengan mengusir Duta Besar Turki di
Tel Aviv, yang menandai bekunya hubungan diplomatik kedua negara. Hingga saat
ini hubungan kedua negara belum kembali normal.
"Ada masalah, jika bukan karena mereka, kami akan
memiliki (hubungan) yang sama sekali berbeda dengan Israel," kata Presiden
Turki, Tayyip Erdogan dalam sebuah pernyataan.
"Palestina adalah garis merah kami, kami tidak akan
menerimanya. Faktanya, kami dengan sepenuh hati berharap hubungan kami dengan
Israel membaik," sambungya, seperti dilansir Sputnik pada Minggu
(27/12/2020).
Proses perdamaian Israel-Palestina telah lama terhenti,
karena kedua belah pihak menolak untuk berkompromi tentang masalah-masalah yang
penting bagi mereka. Salah satu tujuan utama pihak Palestina adalah untuk
memulihkan perbatasan sebelum Perang Enam Hari pada 1967, dengan kemungkinan
pertukaran teritorial.
Palestina berharap untuk mendirikan negara mereka di Tepi
Barat dan di Jalur Gaza, dengan Yerusalem Timur sebagai Ibu Kotanya.
Israel, di sisi lain, menentang gagasan untuk memulihkan
perbatasan sebelum 1967 dan bahkan lebih memusuhi gagasan berbagi Yerusalem,
yang mereka anggap sebagai Ibu Kota bersejarah dan tidak terbagi.
Meskipun sukses melakukan normalisasi hubungan dengan
bebearapa negara Arab dalam beberapa bulan terakhir, masih terhentinya
pembicaraan damai dengan Palestina merusak prospek peluang Israel untuk
menormalkan hubungan dengan banyak negara Arab.[]